Perbedaan 4 Dokumen Penting: SPA, SSA, SHA dan JVA dalam Merger & Akuisisi
Utama

Perbedaan 4 Dokumen Penting: SPA, SSA, SHA dan JVA dalam Merger & Akuisisi

Berikut diulas perbedaan dan persamaan SPA, SHA, SSA dan JVA, baik secara definisi, para pihak yang terlibat, poin penting yang harus dirumuskan serta tips penanggulangan atas perbedaan rumusan dokumen dengan fakta di lapangan.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Dewi Savitri Reni bersama dengan Tengku Almira Adlinisa dari kantor pengacara SSEK saat menjadi pembicara di wokshop yang diadakan Oleh hukumonline.com dengan tema
Dewi Savitri Reni bersama dengan Tengku Almira Adlinisa dari kantor pengacara SSEK saat menjadi pembicara di wokshop yang diadakan Oleh hukumonline.com dengan tema "Membedah Aspek Hukum Dalam Kontrak Usaha Patungan". Foto: RES

Jangankan masyarakat awam, lulusan hukum juga mungkin saja masih terasa asing dengan jenis-jenis dokumen penting apa sajakah yang digunakan dalam transaksi merger dan akuisisi (M&A). Bahkan kita seringkali keliru dalam memahami dan membedakan apa itu share purchase agreement (SPA), share subscribe agreement (SSA), share holders agreement (SHA) dan joint venture agreement (JVA).

 

Dalam workshop hukumonline bertajuk Membedah Aspek Hukum dalam Kontrak Usaha Patungan (Joint Venture Agreement), Rabu, (15/8) lalu, partner pada firma hukum Soewito Suhardiman Eddymurthy Kardono (SSEK), Dewi Savitri Reni memberikan gambaran sebagai berikut:

 

No.

Dokumen

Definisi

1.

Share Purchase Agreement (SPA)

Perjanjian pembelian saham langsung dari pemegang sahamnya

2.

Share Subscription Agreement (SSA)

Investor langsung mengambil bagian atas saham baru yang diterbitkan oleh perusahaan

3.

Shareholders Agreement (SHA)

Perjanjian yang berisi hak-hak dan kewajiban dari para pemegang saham di suatu perusahaan dan mengatur hubungan diantara mereka

4.

Joint Venture Agreement (JVA)

Perjanjian yang mengatur hubungan antara para pihak yang hendak:

  1. Mendirikan suatu PT (usaha bersama), atau;
  2. Hendak menginvestasikan modal dalam suatu perusahaan yang sudah berdiri (existing company).

 

Jadi yang membedakan SPA dan SSA, jelas Dewi, untuk SSA karena pembelian saham langsung ke perusahaan, maka sejumlah uang yang kita bayarkan akan langsung masuk ke perusahaan target (target company), jadi tidak langsung masuk ke kantong pemegang saham. Proses selanjutnya, kata Dewi, pemegang saham existing akan terdilusi.

 

“Yang tadinya mereka pegang 50% saham, karena kita masukin modal besar maka dia bisa jadi minoritas,” kata Dewi.

 

Para pihak dalam SPA dan SSA-pun berbeda. Menurut Dewi, kalau dalam SPA, para pihak terdiri dari penjual, pembeli dan perusahaan target, sedangkan dalam dalam SSA para pihak hanya terdiri dari investor dan perusahaan target saja. Lantas apa yang menyebabkan perusahaan target sebaiknya turut menjadi pihak dalam SPA yang notabene hanyalah hubungan antara penjual dan pembeli?

 

Alasannya, kata Dewi, karena adanya kewajiban-kewajiban yang akan dilakukan oleh perusahaan tareget terkait proses akuisisi, sehingga agar perusahaan target tidak walk out dari janji-janji yang mereka sodorkan maka sebaiknya dalam SPA perusahaan target dilibatkan sebagai pihak.

Tags:

Berita Terkait