Kasus Meliana Mestinya Diselesaikan Melalui Musyawarah Mufakat
Pojok MPR-RI

Kasus Meliana Mestinya Diselesaikan Melalui Musyawarah Mufakat

Tidak semua persoalan di tengah masyarakat diselesaikan melalui jalur formil legalistik ke pengadilan, padahal masih dapat ditempuh melalui jalan keadilan restoratif.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah. Foto: Humas MPR
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah. Foto: Humas MPR

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Basarah mengatakan, vonis hukuman terhadap terdakwa kasus dugaan penistaan agama yakni Meilina mestinya tak berujung ke pengadilan. Sebab masih terdapat jalan tanpa melalui pengadilan, yakni musyawarah mufakat di masyarakat. Ke depan, ia berharap masalah serupa dapat diselesaikan tanpa ke meja hijau.

 

“Masalah tersebut sebenarnya bisa diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat, tidak harus dengan menggunakan pendekatan pidana. Sebab hukum pidana adalah pilihan atau opsi terakhir dan sering disebut juga dengan istilah Ultimum Remedium,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (23/8).

 

Menurutnya, dengan diajukannya upaya banding oleh Meiliana ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, maka majelis hakim tinggi dalam memutus masalah ini harus tetap menjaga kemandirian dan berada di atas kepentingan semua golongan. Hal ini semata-mata demi menjaga persatuan dan toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Anggota Komisi III DPR itu menilai tiap putusan hakim idealnya memuat tiga hal. Pertama, kepastian hukum. Kedua, manfaat atau daya guna. Ketiga, keadilan bagi sebanyak-banyaknya orang. Ia menilai hukum harus ditegakkan dengan adil. “Jangan sampai hakim dalam memutuskan perkara dipengaruhi oleh tekanan publik," ujarnya.

 

Wakil Ketua Lembaga Amal, Zakat, Infaq dan Sadaqoh Nahdlatul Ulama (LazisNU) ini juga meminta majelis hakim Pengadilan Tinggi Sumatera Utara yang akan mengadili banding Meiliana juga memperhatikan asas perlakuan yang sama dan adil di hadapan hukum (equality before the law) dikaitkan dengan vonis delapan orang pengrusak vihara dan klenteng di Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara yang berkisar antara 1,5 bulan sampai 2 bulan 18 hari.  Perlakuan yang adil ini akan mampu menjaga kepercayaan masyarakat kepada marwah lembaga peradilan. 

 

Pada bagian lain Basarah juga mengutip perjuangan dan sikap KH Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur dalam membela semua umat beragama dan kelompok manapun yang merupakan bagian dari bangsa Indonesia. Gus Dur, sambung Basarah dalam tindakan dan sikapnya selalu menunjukkan pesan Islam secara damai. Apa yang disampaikan oleh Gus Dur bukan hanya sebatas retorika, melainkan diterapkan dalam bentuk tindakan.

 

"Bagi Gus Dur yang perlu dibela adalah mereka yang terancam atau mengalami penindasan di seluruh aspek hidupnya, baik politik, ekonomi, budaya dan agamanya. Dalam melakukan pembelaan, Gus Dur juga tidak memandang latar belakang suku, agama, ras dan antar golongan. Teladan inilah yang harus kita contoh dan kita ikuti," ujar Basarah.

 

Kasus Meiliana bisa terjadi terhadap siapapun dan dari golongan agama apa saja. Oleh karena itu, Pemerintah harus mengefektifkan sistem pembinaan umat beragama di semua daerah dengan melibatkan tokoh-tokoh agama dan ormas-ormas keagamaan. Fungsi lembaga pembinaan kerukunan antar umat beragama tersebut seharusnya dapat menjadi mediator penyelesaian secara musyawarah mufakat jika terjadi perselisihan antar umat beragama di seluruh wilayah Indonesia.

Tags:

Berita Terkait