Ini Pesan KY Terkait Kasus Meiliana
Berita

Ini Pesan KY Terkait Kasus Meiliana

​​​​​​​KY akan terus tetap objektif melakukan penyelidikan terkait kasus ini. Namun, perlu ditegaskan, KY tidak akan masuk dalam ranah teknis yudisial menyangkut pertimbangan yuridis dan substansi putusan hakim.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Komisi Yudisial. Foto: SGP
Gedung Komisi Yudisial. Foto: SGP

Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Balai, Sumatera Utara, yang menjatuhkan vonis kepada seorang perempuan bernama Meiliana (44 tahun) selama 18 bulan penjara menuai kritik dari masyarakat. Namun Komisi Yudisial (KY) mengimbau masyarakat untuk menghormati proses peradilan dan putusan tersebut.

 

Juru Bicara KY Farid Wajdi mengatakan, seluruh materi dalam persidangan merupakan otoritas hakim untuk dapat memeriksa, mengadili dan memutus. “Sehingga, KY meminta semua pihak agar tidak mengintervensi hakim maupun pengadilan dengan merendahkan kehormatan dan keluhuran hakim,” kata Farid kepada Hukumonline, Jumat (24/08).

 

Jika ada pelanggaran kode etik yang dilakukan para majelis hakim yang memutus, kata Farid, KY akan tetap objektif melakukan penyelidikan terkait kasus ini. Namun, perlu ditegaskan, KY tidak akan masuk dalam ranah teknis yudisial menyangkut pertimbangan yuridis dan substansi putusan hakim.

 

Selain itu, Farid meminta kepada semua pihak untuk menggunakan jalur yang tersedia untuk melakukan upaya hukum. Untuk itu, semua pihak selayaknya bersikap proporsional dalam memandang hasil putusan pengadilan. Tidak terlalu prejudice terhadap majelis, teruslah percaya kepada sistem peradilan kita,” ujarnya.

 

Tidak hanya itu, Farid juga berpesan kepada para hakim. Menurutnya, meski hakim berwewenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara merupakan hak mutlak dan independensi hakim., tapi harusnya hal tersebut tidak diartikan bahwa hakim harus kedap atau buta terhadap rasa keadilan dimasyarakat. (Baca juga: Kasus Meiliana dan Ketentuan Pengeras Suara Masjid Sesuai Instruksi Dirjen Bimas Islam)

 

Terpisah, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan putusan majelis hakim terkait kasus yang menimpa Meiliana. Alasannya karena, kasus ini tidaklah berdiri sendiri. Pantauan Komnas Perempuan dari tahun 2010-2017, di Tanjung Balai, Sumatera Utara, potensi konflik sosial dan bernuansa agama telah ada.

 

Masyarakat di Tanjung Balai multikultur baik dari ragam suku, etnis, maupun agama. Ketegangan antar agama dan etnik terjadi, karena tidak berjalannya dialog yang mendamaikan. Munculnya rasa curiga dan prejudice antar etnis yang diperkuat dengan kesenjangan sosial ekonomi juga bisa menjadi pemicunya.

Tags:

Berita Terkait