Damos Dumoli Agusman, “In House Lawyer” Pemerintah Spesialis Hukum Internasional
Profil

Damos Dumoli Agusman, “In House Lawyer” Pemerintah Spesialis Hukum Internasional

Keberadaan Indonesia adalah produk hukum internasional. Maka, Indonesia tidak bisa lepas dari eksistensi hukum internasional itu sendiri.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, Damos Dumoli Agusman.
Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, Damos Dumoli Agusman.

Tidak banyak yang menyadari kehadiran Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri (Ditjen HPI Kemlu) sebagai penyangga penting keberhasilan berbagai diplomasi Indonesia. Kemlu terlihat hanya sekadar menangani dinamika dan strategi politik Indonesia di luar negeri. Padahal, perhitungan dan analisis hukum yang jitu menjadi kunci keberhasilan diplomasi.

 

Damos Dumoli Agusman, Direktur Jenderal yang memimpin direktorat ini memberikan ilustrasi menarik tentang peran Ditjen HPI dalam politik luar negeri Indonesia. “Kami menjadi in house lawyer Pemerintah,” ujar diplomat yang telah berkarier selama lebih dari dua dekade ini kepada hukumonline dalam wawancara khusus di ruang kerjanya, Kamis (9/8).

 

Ia menggambarkan bagaimana para diplomat di Ditjen HPI harus menguasai diplomasi dengan memahami hukum internasional sekaligus mengetahui masalah teknis. Bahkan menurut Damos, diplomat di Ditjen HPI perlu memahami banyak aspek hukum internasional dan mengatahui berbagai hal teknis lintas bidang karena “klien” mereka bukan hanya Kemlu, tapi seluruh Kementerian dan Lembaga Negara.

 

“Kami back up aspek hukum untuk berbagai penyikapan terkait isu internasional. Kalau direktorat lain itu total diplomasi dan politik, serta hanya menguasai kawasan,” kata Damos yang meraih gelar Doctor iura dengan predikat magna cum laude dari Goethe University of Frankfurt.

 

Ia mencontohkan bagaimana Ditjen HPI harus berhati-hati memberikan rekomendasi penyikapan soal berbagai penangkapan kapal nelayan Indonesia oleh aparat negara tetangga. Adakalanya tempat penangkapan adalah wilayah laut yang diklaim Indonesia berdasarkan UNCLOS/Konvensi Hukum Laut, padahal belum ada perjanjian resmi dengan negara tersebut untuk mengesahkan garis batas.

 

Konvensi Hukum Laut memang baru mengakui rezim Negara Kepulauan, namun tidak mengatur soal pengesahan garis batas antarnegara bertetangga. “Publik sering memahami seolah-olah pagar kita itu sudah tuntas. Sehingga apa yang terjadi di sana itu pasti hak kita. Kami berhati-hati melihat lebih dekat,” ujarnya.

 

Damos, demikian ia akrab disapa, adalah lulusan sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Padjajaran dengan konsentrasi studi hukum internasional tahun 1987. Sejak saat itu, pria kelahiran Aceh Barat ini telah menghabiskan separuh hidupnya berkarya pada bidang hukum internasional.

Tags:

Berita Terkait