Terpilihnya Tersangka Korupsi di Pilkada 2018 Hambat Kemajuan Daerah
Berita

Terpilihnya Tersangka Korupsi di Pilkada 2018 Hambat Kemajuan Daerah

Dari sepuluh nama terduga tersangka korupsi yang berkontestasi pada 27 Juli 2018, tiga orang terpilih. ICW mempertanyakan mengapa partai politik masih ‘nekat’ mencalonkan tersangka kasus korupsi.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pilkada 2018 telah selesai digelar. Gelombang pilkada serentak ketiga tersebut ditutup dengan prediksi berbagai pihak mengenai dampaknya terhadap pemilu 2019. Perhatian publik juga cepat bergeser, dari pilkada ke pencalonan anggota legislatif, presiden, dan wakil presiden. Tidak banyak dikupas, bagaimana Pilkada 2018 menghasilkan pimpinan daerah yang mampu menjawab tantangan dan membenahi pemerintahan daerah.

 

Tren penindakan kasus korupsi 2017 yang disusun oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan pemerintahan daerah adalah lembaga dengan jumlah kasus korupsi terbanyak. Tercatat ada 267 kasus dengan 378 tersangka dan kerugian negara Rp 1,3 Triliun. “Data ini menegaskan korupsi pemerintahan daerah masih menjadi persoalan besar. Untuk membenahinya dibutuhkan kepala daerah yang berkompetensi serta berintegritas,” Kata Anggota Divisi Korupsi Politik ICW, Almas Sjafrina, dalam rilis yang diterima hukumonline, Kamis (30/8) lalu.

 

Menurut Almas, yang menjadi persoalan adalah partai politik masih banyak mencalonkan orang bermasalah sebagai calon kepala daerah. Sepuluh di antaranya bahkan berstatus hukum tersangka dugaan korupsi.

 

Hukumonline.com

Sumber: ICW

 

Almas mengatakan, dari sepuluh nama terduga tersangka korupsi yang berkontestasi pada 27 Juli 2018, tiga orang terpilih. Mereka adalah Ahmad Hidayat Mus sebagai Gubernur Maluku Utara, Syahri Mulyo sebagai Bupati Tulungagung, dan Nemehia Wospakrik sebagai Wakil Bupati Biak Numfor.

 

Ahmad Hidayat Mus dan Syahri Mulyo ditetapkan KPK pada 2018, menjelang diselenggarakannya Pilkada 2018. Keduanya saat ini tengah ditahan sehingga tidak dapat aktif mempersiapkan diri sebagai kepala daerah.

 

Sedangkan Nehemia Wospakrik diduga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Biak Numfor sejak tahun 2011 atas dugaan korupsi perjalanan dinas Ketua DPRD Biak Numfor tahun anggaran 2010. Pada saat itu, ia menjabat sebagai Ketua DPRD Biak Numfor.

 

“Artinya, sudah delapan tahun kasus ini belum tuntas penyelesaian penanganan perkaranya. Nehemia juga ikut dan terpilih dalam Pemilu Legislatif 2014,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait