Waspadai Modus ‘Financial Crime’ di Sektor Jasa Keuangan
Utama

Waspadai Modus ‘Financial Crime’ di Sektor Jasa Keuangan

Kejahatan di sektor jasa keuangan ini seringkali melibatkan orang dalam perusahaan dengan beragam modus. Penegak hukum perlu meningkatkan kompetensinya dalam upaya lebih mengenali modus perkara financial crime dan mekanisme kerja industri jasa keuangan dengan teknologi digital.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Para pembicara dalam seminar bertema
Para pembicara dalam seminar bertema "Desain Sistem Litigasi Keuangan dalam Rangka Perlindungan Konsumen" di Jakarta, Rabu (5/9). Foto: MJR

Maraknya kejahatan di sektor jasa keuangan atau financial crime, khususnya di sektor perbankan yang paling mendapat sorotan aparat penegak hukum. Meski financial crime bukan hal baru, namun dampaknya merugikan perusahaan jasa keuangan tersebut dan juga berdampak langsung merugikan masyarakat atau nasabah yang berujung pada hilangnya dana.

 

Sebut saja, kasus Bank Century pada 2008 yang melibatkan pemiliknya Robert Tantular. Ada juga kasus, Citibank pada 2011 yang melibatkan Senior Relationship Manager, Inong Malinda Dee yang menarik dana nasabah prioritas tanpa izin hingga Rp 16,63 miliar. Kemudian kasus terbaru, pengajuan kredit fiktif dari PT Tirta Amarta Bootling kepada Bank Mandiri senilai Rp 1,17 triliun.

 

Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Irjen (Pol) Rokmad Sunanto menjelaskan modus (cara kerja) financial crime terjadi tidak hanya dilakukan dari pihak luar perusahaan jasa keuangan tersebut. Dari berbagai kasus yang pernah ditangani, financial crime juga seringkali melibatkan pihak internal atau orang dalam perusahaan jasa keuangan tersebut.

 

“Perusahaan jasa keuangan seperti bank bisa menjadi korban, sarana, dan pelaku. Dari berbagai kasus, bahkan orang dalam yang menjebol banknya sendiri seperti kasus Citibank ada Malinda Dee dan Bank Century yang melibatkan owner-nya,” kata Rokhmad dalam seminar bertajuk “Desain Sistem Litigasi Keuangan dalam Rangka Perlindungan Konsumen” yang diselenggarakan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal di Jakarta, Rabu (5/8/2018).

 

Rokhmad melanjutkan, seiring perkembangan teknologi, modus financial crime juga mengalami perubahan. Dia mencontohkan sebelum adanya teknologi digital, pencurian dana dilakukan secara langsung oleh pelaku dengan cara merampok bank hingga pembobolan mesin ATM. Namun, kini modus yang digunakan pelaku beragam mulai dari skimming (pencurian data) pada mesin ATM hingga peretasan akun pribadi nasabah.

 

“Sekarang, (pelaku) cukup duduk di kafe-kafe sambil main lewat laptop bisa bobol itu bank. (Cara) Ini pernah ada dengan menjebol bank di Jambi sebesar Rp6 miliar dari Jakarta,” ungkap Rokhmad. Baca Juga: Cegah Risiko Hukum, Industri Jasa Keuangan Mesti Perketat GCG

 

Melihat kondisi demikian, Rokhmad mengimbau kepada seluruh penegak hukum perlu meningkatkan kompetensinya dalam upaya lebih mengenali modus perkara financial crime dan mekanisme kerja industri jasa keuangan dengan teknologi digital. Sebab, seiring perkembangan teknologi, modus financial crime di industri keuangan juga turut mengalami perubahan.

Tags:

Berita Terkait