Polemik Tagar dan Deklarasi Gerakan, Kampanye atau Makar? Begini Hukumnya
Berita

Polemik Tagar dan Deklarasi Gerakan, Kampanye atau Makar? Begini Hukumnya

Harus dilihat apakah gerakan tersebut dilakukan dengan melakukan penyerangan terhadap kekuasaan yang sah dengan maksud menggulingkan kekuasaan, meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden.

Oleh:
M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi. Ilustrator: BAS
Ilustrasi. Ilustrator: BAS

Perang tagar yang diikuti deklarasi gerakan, #2019GantiPresiden, #Jokowi2Periode, #2019TetapJokowi dan #2019PrabowoPresiden di sejumlah daerah terus menuai polemik. Publik seolah terbelah menyikapi kemunculan tagar tersebut menjelang pemilihan presiden April 2019 mendatang. Ada yang mendukung, ada pula yang menentang. Tentu semua pihak memiliki basis argumentasinya masing-masing.

 

Merespon hal ini, Mabes Polri telah menerbitkan telegram bernomor STR/1852/VIII/2018 kepada seluruh direktur intelijen dan keamanan (dirintelkan) di Kepolisian satuan wilayah tingkat daerah. Inti telegram, bahwa perkembangan situasi sosial yang semakin memanas seiring munculnya tagar-tagar tersebut sehingga berpotensi mengganggu keamanan dan ketertiban di masyarakat.

 

Terlepas dari itu, pertanyaan yang sering timbul terhadap kehadiran tagar dan deklarasi gerakan di sejumlah daerah tersebut adalah, apakah aktivitas ini bisa dipandang sebagai tindakan mencuri start kampanye? Penyelenggara Pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam menyikapi polemik yang berkembang di masyarakat, telah menyampaikan sikapnya.

 

“Salah satu prasyarat demokrasi ada kebebasan menyampaikan pendapat. Sepanjang penyampaian pendapat itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Dalam pandangan kami tidak menjadi masalah,” ujar komisioner KPU Wahyu Setiawan di kantornya, Senin (27/8) lalu.

 

Untuk itu, Wahyu mengajak masyarakat untuk menjadikan fenomena ini sebagai momentum pendewasaan dalam berpolitik. Ia menambahkan, tagar-tagar tersebut bentuk aspirasi masyarakat yang dilindungi secara konstitusional.

 

Sementara itu, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan, kemunculan tagar-tagar tersebut merupakan aspirasi masyarakat yang tidak dapat dikatakan sebagai bentuk kampanye Pilpres. "Kami katakan bahwa itu adalah bagian dari kebebasan. Demokrasi ini memberikan kita untuk bisa bersuara," katanya beberapa waktu lalu. Untuk itu ia mengingatkan, reaksi keras terhadap gerakan ganti presiden di berbagai daerah bukan merupakan domain Bawaslu sebagai pengawas pemilu.

 

Lebih jauh, Direktur Pusat Studi Hukum Pemilu (PSHP) Ikhwan Fahrojih, mengurai kategori aktivitas yang dapat dipandang sebagai kampanye untuk mengukur kemunculan tagar dan gerakan deklarasinya di sejumlah daerah. Menurut Ikhwan, Pasal 1 angka (35) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyatakan bahwa kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu. Pengertian yang sama ada dalam Peraturan KPU No. 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait