Perbedaan Alat Bukti dengan Barang Bukti dalam Hukum Acara Pidana
Berita

Perbedaan Alat Bukti dengan Barang Bukti dalam Hukum Acara Pidana

Dalam sidang candaan bom di pesawat, kuasa hukum terdakwa meminta agar pesawat Lion Air JT 687 dihadirkan dalam persidangan sebagai barang bukti tempat di mana peristiwa kepanikan yang terjadi di Bandara Internasional Supadio Pontianak pada 28 Mei 2018.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pengadilan Negeri (PN) Mempawah kembali menggelar sidang kasus candaan bom dalam pesawat Lion Air JT 687 yang melibatkan terdakwa Frantinus Nirigi (FN), Senin (10/9). Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan saksi.

 

Ada yang menarik dalam sidang tersebut, di mana kuasa hukum FN, Andel meminta menghadirkan barang bukti berupa pesawat Lion Air JT 687 dalam persidangan. Pesawat tersebut, menurut Andel merupakan barang bukti tempat di mana peristiwa kepanikan yang terjadi pada 28 Mei 2018 di Bandara Internasional Supadio Pontianak.

 

"Pesawat juga kita minta dihadirkan, tapi tak bisa dihadirkan, padahal pesawat itu barang bukti lho," ujar Andel seperti dikutip Antara, Selasa (11/9).

 

Jaksa Penuntut Umum Kejari Mempawah, Rezkinil Jusar, merespons permintaan kuasa hukum FN, Andel. Menurutnya, keinginan kuasa hukum untuk menghadirkan barang bukti di persidangan, harus diluruskan. Pesawat tersebut merupakan barang bukti dan bukan alat bukti. "Nah, apakah itu suatu keharusan pesawat itu harus disita," ujarnya. 

 

"Kita harus ingat, pasal ini bukan terkait masalah pengrusakan (pesawat) nya, tapi candaan nya," tambah Rizkinil. 

 

(Baca Juga: Ancaman Hukum Bagi yang Bergurau Membawa Bom di Bandara)

 

Perbedaan alat bukti dengan barang bukti pernah diulas klinik hukumonline berjudul Apa Perbedaan Alat Bukti dengan Barang Bukti? Untuk alat bukti dijelaskan, dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

 

Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian (Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, hal. 19). Hal ini berarti bahwa di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.

Tags:

Berita Terkait