Inilah Batasan Rahasia Jabatan Advokat dalam Pelaporan Transaksi Mencurigakan Klien
Utama

Inilah Batasan Rahasia Jabatan Advokat dalam Pelaporan Transaksi Mencurigakan Klien

Setidaknya, dengan melapor, advokat memiliki iktikad baik. Ada masanya orang yang punya duit haram kesulitan mencari advokat.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Diklat HKPM bertajuk Penerapan Peraturan PPATK tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Advokat di Jakarta, Sabtu, (29/09). Foto: HMQ
Diklat HKPM bertajuk Penerapan Peraturan PPATK tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Advokat di Jakarta, Sabtu, (29/09). Foto: HMQ

Praktek pencucian uang saat ini tak hanya berkaitan dengan sektor perbankan, tetapi juga menjangkiti pasar modal. Beragam upaya terus dilakukan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Salah satunya adalah menerapkan kewajiban melaporkan transaksi mencurigakan. Prinsip Know Your Costumer (KYC) yang dikenal dalam dunia perbankan, kini diterapkan juga kepada pihak-pihak yang dibebani kewajiban melapor. Advokat termasuk di dalamnya.

 

Kewajiban bagi advokat itu bisa dibaca dari Pasal 18 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang  dan Pasal 8 ayat (1) PP No. 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Advokat dalam menjalankan jabatannya harus menerapkan Customer Due Dilligence (CDD) dan melaporkan jika transaksi klienyang dianggap mencurigakan, lazim disebut Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM).

 

Cuma, kewajiban lapor itu masih menjadi pertanyaan hingga kini, terutama tentang batasan rahasia jabatan dalam skema CDD dan batasan saat melihat ada TKM. Pertanyaan itu muncul karena advokat memiliki rahasia jabatan atas apa yang diceritakan kliennya. Kewajiban memegang rahasia jabatan itu diatur dalam Pasal 19 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Pasal 4 huruf h Kode Etik Advokat (KEAI).

 

Sejak PP No. 43 Tahun 2015 lahir, sudah beberapa kali advokat dan PPATK membahas kewajiban melaporkan CDD dan TKM. Namun hingga kini masih ada advokat yang merasa khawatir kliennya ‘kabur’ jika sang advokat mengharuskan kliennya mengisi formulir CDD. Karena itu sejumlah advokat menggagas pentingnya Standar Operasional Prosedur yang ideal dalam menjalankan kewajiban CDD dan TKM.

 

(Baca juga: Tak Lapor Transaksi Mencurigakan, Lawyer dan Notaris akan Masuk ‘Daftar Hitam’)

 

Direktur Pemeriksaan, Riset dan Pengembangan PPATK, Ivan Yustiavandana menjelaskan para advokat perlu membedakan antara perbuatan advokat melaporkan tindak pidana di satu sisi, dan melaporkan transaksi keuangan mencurigakan di sisi lain. Menurutnya, tidak ada satupun frasa dalam UU TPPU yang mewajibkan Penyedia Jasa Keuangan dan Pelapor (termasuk advokat) untuk melaporkan tindak pidana yang dilakukan klien, tetapi  yang diwajibkan kepada advokat dan penyedia jasa lainnya untuk dilaporkan adalah transaksi mencurigakan klien.

 

“Dengan lawyer melaporkan TKM, maka kita anggap ada good will (iktikad baik). Saya sudah lapor ribuan kali misalnya, tapi kali ini saya miss. Setidaknya advokatnya ada good will. Lain kalau advokatnya tidak pernah lapor, itu yang bermasalah nanti, patut diduga terlibat TPPU,katanya dalam Diklat HKPM bertajuk ‘Penerapan Peraturan PPATK tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Advokat’ di Jakarta, Sabtu (29/09).

 

Apakah pelaporan itu akan menerobos etika rahasia jabatan advokat terhadap klien? Senior Partner Firma Hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Chandra M. Hamzah menyebut tak ada satu pun kewajiban advokat untuk melaporkan KYC (CDD)-nya, sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap kerahasiaan klien. Yang ada hubungannya dengan rahasia jabatan hanya TKM. Cuma, khusus untuk profesi advokat sebagai pelapor diberikan pengecualian terkait pelaporan, dibandingkan kategori pelapor lainnya seperti akuntan public, perencana keuangan, dan notaris.

Tags:

Berita Terkait