RUU Penyadapan Jangan Hambat Pemberantasan Korupsi
Berita

RUU Penyadapan Jangan Hambat Pemberantasan Korupsi

Penyadapan menjadi salah satu elemen penting bagi KPK dalam memberantas korupsi terutama saat melakukan OTT.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan mendapat perhatian sejumlah elemen masyarakat. Beberapa waktu lalu, Kejaksaan Agung memberi masukan atas RUU Penyadapan ini. Namun, RUU Penyadapan ini mendapat kritikan dari seorang akademisi, ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar yang menilai bahwa RUU Penyadapan ini seharusnya memperkuat pemberantasan korupsi.

 

Abdul Fickar Hadjar berpendapat tindak pidana korupsi masuk adalah kejahatan luar biasa sehingga penangaannya juga harus luar biasa. Karena itu, KPK sebagai lembaga yang menangani kasus korupsi diberi kewenangan cukup besar untuk melaksanakam tugas dan fungsinya.

 

"Penyadapan merupakan salah satu upaya luar biasa untuk memberantas korupsi yang sudah terbukti sejak hadir KPK dengan kacamata kudanya menyeret para koruptor dari level menteri sampai dengan pejabat-pejabat atau penyelenggara di tingkat bawah," kata Fickar saat dihubungi Hukumonline, Senin (1/10/2018). Baca Juga: Begini Masukan Kejagung atas RUU Penyadapan

 

Misalnya, draft RUU Penyadapan menyebut dalam setiap kegiatan penyadapan yang dilakukan aparat penegak hukum harus dikoordinasikan dengan lembaga peradilan. Lembaga peradilan yang dimaksud dalam hal ini yaitu Pengadilan Tinggi. Dalam pasal 7 ayat (1) draft RUU Penyadapan menyebut pelaksanaan penyadapan dalam rangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud dilakukan pada tahap penyelidikan dan penyidikan. Dalam ayat (2) disebut salah satunya berkaitan dengan tindak pidana korupsi.

 

RUU ini terlihat kontradiktif dengan Pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang menyebut KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

 

Menurut Fickar, KPK mempunyai undang-undang sendiri yang bersifat khusus yaitu UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang juga mengatur mengenai penyadapan. Karenanya, seharusnya tidak ada lagi aturan hukum lain yang mengharuskan KPK meminta izin lembaga peradilan dalam melakukan penyadapan.

 

"Di tengah iklim peradilan yang masih dipenuhi dengan cara-cara mafia peradilan, maka perizinan penyadapan (melalui pengadilan tinggi) akan tidak menjadi efektif dan justru akan menjadi komoditi sendiri. Karena itu, bagi lembaga semacam KPK seharusnya dimintai laporannya saja setelah melakukan penyadapan," saran Fickar.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait