Sisi ‘Gelap’ Kiprah Perusahaan Cangkang
Berita

Sisi ‘Gelap’ Kiprah Perusahaan Cangkang

Umumnya, modus pendirian perusahaan cangkang untuk menghindari kewajiban pajak hingga penyimpanan aset hasil kegiatan ilegal di luar negeri.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Perusahaan cangkang (shell company) belum lama ini menjadi istilah populer di Indonesia. Di tengah gencarnya pemerintah memburu aset triliun rupiah milik warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri untuk penerimaan perpajakan, dan fenomenalnya kasus Panama Papers yang membocorkan daftar perusahaan cangkang milik pejabat negara hingga pengusaha besar nasional memberi kesan negatif pada sektor bisnis ini.

 

Karenanya, perusahaan cangkang atau special purpose vehicle (SPV) kerap berhubungan dengan kegiatan bisnis yang potensial melanggar hukum, seperti penghindaran pajak, pencucian uang (money laundering) hingga penyembunyian/penyamaran dana hasil tindak pidana, seperti korupsi, narkotik dan bisnis ilegal lainnya. Para pelaku sengaja mendirikan perusahaan cangkang hanya untuk menutupi tindak kejahatannya tersebut.

 

Biasanya, perusahaan cangkang didirikan di negara-negara yang memberi jaminan tinggi data kerahasiaan dan tarif pajak rendah. Hukum negara-negara tersebut juga tidak mewajibkan pengungkapan pemilik perusahaan atau benefecial owner atas perusahaan/aset yang ditempatkan di wilayah tersebut. Beberapa negara yang sering disebut jadi tempat tumbuh suburnya perusahaan cangkang antara lain Cayman Islands, British Virgin Island, Panama, Bermuda, Bahama, Marshall Islands, dan Mauritius.

 

Dalam penghindaran kewajiban pajak, modusnya dengan cara mengalihkan laba perusahaan afiliasi di luar negeri kepada perusahaan cangkang (di dalam negeri). Cara ini untuk menutupi laba yang diperoleh perusahaan afiliasi tersebut. Artinya, pendirian perusahaan cangkang dilakukan untuk merekayasa atau memanipulasi laporan keuangan perusahaan afiliasi. Hal ini tentunya akan mengurangi nilai pajak perusahaan afiliasi tersebut setelah mengalihkan labanya pada perusahaan cangkang.

 

Modus hampir serupa juga dapat dilakukan pada tindak pidana lain seperti korupsi, money laundering, dan pendanaan terorisme. Terjadi pengalihan dana kepada perusahaan cangkang yang berada di luar yuridiksi Indonesia. Sayangnya, pemahaman penegak hukum di Indonesia mengenai tindak pidana terkait perusahaan cangkang masih rendah. Padahal, potensi kerugian negara akibat jenis kejahatan ini bernilai besar. Berbeda di negara lain, jika pejabat publik dan pengusaha besar tersangkut tindak pidana terkait perusahaan cangkang terpaksa harus mengundurkan diri.

 

“Di sini (Indonesia) dianggap biasa-biasa saja, padahal di negara lain misalnya Pakistan, menteri negaranya jatuh (dicopot) karena kasus ini (Panama Papers),” kata pengajar Hukum Perbankan Universitas Indonesia (UI), Yunus Husein dalam seminar bertajuk “Aspek legal dan Akibat Hukum Pendirian Special Purpose Vehicle” dalam serangkaian acara Dies Natalis Fakultas Hukum UI ke-94 di Depok, Rabu (3/10/2018).

 

Menurut Yunus, keseriusan pemerintah memburu aset-aset WNI di luar negeri yang disembunyikan dengan modus perusahaan cangkang diragukan. Dia mencontohkan saat pemerintah berjanji mengusut aset WNI di luar negeri setelah bocornya data pada kasus Panama Papers hingga saat ini hasilnya masih nihil. Padahal, data yang diungkap Panama Papers tersebut seharusnya menjadi rujukkan bagi aparat penegak hukum mengusut aset-aset WNI di luar negeri.

Tags:

Berita Terkait