Tak Jamin Kerahasiaan, PP Penghargaan Pelapor Korupsi Menuai Kritik
Berita

Tak Jamin Kerahasiaan, PP Penghargaan Pelapor Korupsi Menuai Kritik

Karenanya, PP 43/2018 disarankan untuk dicabut. Namun, PP 43/2018 ini justru dinilai memperkuat dan sejalan dengan Perpres 54/2018 sebagai bagian upaya pencegahan korupsi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Tak Jamin Kerahasiaan, PP Penghargaan Pelapor Korupsi Menuai Kritik
Hukumonline

Belum lama ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. PP yang diteken Presiden Jokowi pada 18 September 2018 ini mengatur hak masyarakat melaporkan dugaan terjadinya korupsi kepada aparat penegak hukum dengan penghargaan hingga Rp200 juta.

 

Hanya saja, PP ini dinilai mengandung kelemahan karena tidak menjamin perlindungan hukum, keamanan, dan kerahasiaan pelapor termasuk keluarganya yang mengadukan dugaan terjadinya tindak pidana korupsi. Justru, PP 43/2018 tidak lebih baik jika dibandingkan dengan PP No. 71 Tahun 2000 tentang hal yang sama, yang menjamin kerahasiaan identitas pelapor yang diatur cukup detil.

 

Pernyataan itu disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo saat rapat kerja dengan pimpinan DPD di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (10/10/2018) kemarin. Agus menilai PP 71/2000 terdapat aturan kewajiban aparat penegak hukum merahasiakan identitas pelapor. Ironisnya, berlakunya PP 43/2018 ini sekaligus mencabut PP 71/2000 dan dinyatakan tidak berlaku.   

 

“Adanya penghargaan berupa imbalan ratusan juta bagi pelapor korupsi malah berbahaya (terkait jaminan keamanan pelapor korupsi),” ujar Agus. Baca Juga: Ini Poin Penting PP Penghargaan bagi Pelapor Korupsi

 

Pasal 6 ayat (1) PP 71/2000 menyebutkan, Penegak hukum atau Komisi wajib merahasiakan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor atau isi informasi, saran, atau pendapat yang disampaikan”. Ayat (2)-nya menyebutkan, Apabila diperlukan, atas permintaan pelapor, penegak hukum, atau Komisi dapat memberikan pengamanan fisik terhadap pelapor maupun keluarganya.”

 

Artinya, kata Agus, PP 71/200 justru lebih menjamin keamanan dan keselamatan bagi pelapor kasus korupsi ketimbang PP 43/2018 yang tidak mengatur adanya kewajiban penegak hukum merahasiakan identitas pelapor. “Pelapor yang memberikan informasi tentang identitas melalui Kartu Tanda Penduduk sebagaimana diatur Pasal 8 PP 43/2018 berbahaya bagi keamanan pelapor,” kata dia.  

 

Dia mengakui KPK pernah dimintai masukan/sarannya saat penyusunan PP 43/2018 yakni agar ada jaminan lebih atas diri pelapor korupsi. Namun, saran lembaga antirasuah itu tak digubris dan tidak diakomodir pemerintah dalam PP 43/2018. “Kami dari KPK sudah memberi masukan, tetapi kelihatannya tidak diakomodir dalam PP ini oleh pemerintah,” ungkapnya.

Tags:

Berita Terkait