YLKI Minta Negara Jamin Hak-hak Keperdataan Konsumen di Kasus Meikarta
Berita

YLKI Minta Negara Jamin Hak-hak Keperdataan Konsumen di Kasus Meikarta

Kasus Meikarta merupakan tanggungjawab negara dan kegagalan negara dalam melakukan pengawasan. Oleh sebab itu, negara harus hadir menjamin hak-hak keperdataan konsumen yang sudah terlanjur melakukan transaksi pembelian.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi. Foto: ylki.or.id
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi. Foto: ylki.or.id

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau masyarakat untuk menunda rencana pembelian property Meikarta. Hal ini terkait kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap yang melibatkan Direktur Operasi Meikarta dan Bupati Bekasi cs.

 

Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, setelah terjadi OTT oleh KPK manejemen Meikarta harus menjelaskan pada masyarakat terkait keberlanjutan proyek Meikarta tersebut, apakah akan dilanjutkan atau distop. Menurutnya, kasus OTT mengakibatkan konsumen khawatir atas keberlanjutan pembangunan Meikarta.

 

Tulus menjelaskan, bila proyek Meikarta distop akibat perizinan yang belum atau tidak beres, atau masalah lain, maka negara harus hadir menjamin hak-hak keperdataan konsumen yang sudah terlanjur melakukan transaksi pembelian. “Sebab bagaimanapun hal ini merupakan tanggungjawab negara, dan merupakan kegagalan negara dalam melakukan pengawasan,” ujar Tulus dalam siaran pers, Kamis (18/10).

 

Tulus mengingatkan bahwa YLKI telah memberikan public warning agar masyarakat tidak melakukan transaksi apapun (pembelian) kepada proyek Meikarta. Dengan adanya kasus OTT ini, YLKI kembali menegaskan agar masyarakat berhati-hati untuk rencana transaksi pembelian dengan Meikarta, daripada timbul masalah di kemudian hari.

 

Berdasarkan data Bidang Pengaduan YLKI pada 2018, kata Tulus, pengaduan masalah properti menduduki paling tinggi, dan 43 persen dari pengaduan properti tersebut melibatkan konsumen Meikarta (11 kasus). Mayoritas pengaduan Meikarta adalah masalah down payment yang tidak bisa ditarik lagi. Padahal di iklannya mengatakan refundable.

 

“Selain itu, masalah model properti yang dipesan tidak ada, padahal iklannya menyebutkan adanya model tersebut,” ujar Tulus.

 

Dalam siaran pers sebelumnya, Tulus mengatakan bahwa Meikarta seolah menjadi kosa kata baru dalam jagad perbincangan di kalangan masyarakat konsumen di Indonesia. Promosi, iklan dan marketing yang begitu masif, terstruktur dan sistematis, seakan membius masyarakat konsumen untuk bertransaksi Meikarta.

Tags:

Berita Terkait