Politik Uang Melahirkan Pemimpin yang Tak Punya Kapasitas
Pojok MPR-RI

Politik Uang Melahirkan Pemimpin yang Tak Punya Kapasitas

Terpilihnya pejabat kepala daerah yang disponsori oleh pihak lain kelak akan menyebabkan kekuasaan yang dimilikinya tergadai.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Foto: Humas MPR
Foto: Humas MPR

Dalam diskusi yang digelar di Press Room, Komplek Parlemen, dengan tema 'Demokrasi Ala Indonesia Minimalisir Pejabat Korupsi?', Wakil Ketua MPR Mahyudin mengatakan, setiap negara memiliki ciri-ciri sistem demokrasi tersendiri. Indonesia menurut Mahyudin  disebut menganut sistem Demokrasi Pancasila. "Dalam Sila ke-4 yang mengatur soal demokrasi kita," ujarnya Kamis (25/10).

 

Dari sistem inilah maka di Indonesia hadir lembaga-lembaga perwakilan seperti DPR. Lebih lanjut dikatakan, dalam demokrasi, semua rakyat mempunyai hak yang sama sehingga Pemilu merupakan sarana yang bagus untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat.

 

Meski demikian, Mahyudin mengakui sistem demokrasi langsung lewat Pemilu dirasa tak optimal. Bahkan  dalam masyarakat kondisi ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pendidikan sangat memungkinkan terjadinya money politic. "Money politic itu bisa berupa barang, bisa berupa uang," ujarnya.

 

Dari money politic alias politik uang yang terjadi membuat lahir pemimpin-pemimpin yang tak mempunyai kapasitas. Disebut pemimpin yang terpilih lewat Pilkada adalah orang-orang yang cenderung punya modal. "Yang bagus bisa kalah karena tak punya modal," katanya.

 

Terpilihnya seseorang kepala daerah yang disponsori oleh seseorang, kelak, menurut Mahyudin akan menyebabkan kekuasaan yang ada akan tergadai. Dari sinilah membuat banyak kepala daerah kena OTT KPK. "Saya harap di Cirebon kepala daerah terakhir yang ditangkap KPK," ujarnya.

 

Mahyudin mengakui membuktikan mahar politik memang sulit. Namun praktek semacam itu tak dapat dindahkan. Banyak orang yang mengaku diminta uang mahar atau uang perahu saat maju dalam Pilkada.

 

Menghadapi yang demikian pria asal Kalimantan itu menyarankan pemilihan kepala daerah diserahkan ke DPRD. Hal demikian pernah terjadi di masa Orde Baru. Namun Mahyudin mengakui pada masa itu ada kerancuan sebab ada unsur eksekutif di DPRD. "Pada masa itu ada Fraksi ABRI (TNI/Polri)," ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait