Bawaslu Nyatakan Kasus Ratna Sarumpaet Bukan Pelanggaran Pemilu
Berita

Bawaslu Nyatakan Kasus Ratna Sarumpaet Bukan Pelanggaran Pemilu

Lebih tepat dikategorikan sebagai pidana umum.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ratna Sarumpaet dalam pengawalan polisi. Foto: RES
Ratna Sarumpaet dalam pengawalan polisi. Foto: RES

Langkah kepolisian menangani kasus penyebaran berita bohong yang diduga dilakukan Ratna Sarumpaet (RS) masih terus bergerak. Apalagi kepolisian seolah mendapat amunisi setelah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memutuskan kasus itu bukan pelanggaran pemilu. Bawaslu memutuskan tidak melanjutkan pemeriksaan terkait kasus penyebaran berita bohong itu karena perbuatan itu tidak termasuk dalam kategori pelanggaran Pemilu sebagaimana yang telah diatur UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

“Bawaslu mengambil kesimpulan bahwa peristiwa yang dilaporkan bukan merupakan pelanggaran Pemilu,” sebagaimana bunyi keterangan resmi Bawaslu yang diterima hukumonline, Jumat (26/10).

Amar tersebut diputuskan setelah sebelumnya Bawaslu melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Pada tanggal 11 Oktober lalu, Bawaslu melakukan pemanggilan para pelapor dan saksi untuk dimintai keterangan atau klarifikasi. Selanjutnya pada 23 Oktober, Bawaslu juga telah meminta keterangan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Namun, setelah mendengarkan keterangan pelapor, saksi, serta KPU, Bawaslu tidak berhasil mendapatkan keterangan dari terlapor, dalam hal ini Ratna Sarumpaet. Pada saat hendak dimintai keterangan, RS telah berada dalam tahanan Polda Metro Jaya. Untuk itu, atas inisiatif sendiri, Bawaslu berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya guna melakukan pemeriksaan. Pada Rabu, 24 Oktober, Tim Klarifikasi Bawaslu mendatangi langsung RS di Polda Metro Jaya. Namun karena Ratna sedang dalam keadaan kurang sehat, yang bersangkutan tidak dapat dimintai keterangan. Anggota Bawaslu, Ratna Dewi Petalolo mengatakan kegagalan Bawaslu mendapatkan keterangan dari Ratna tidak mempengaruhi putusan.

"Kalau kita lihat Pasal 280 UU Pemilu itu kan jelas, perbuatan apa saja yang tidak boleh dilakukan. Setelah kami cocokkan dengan larangan-larangan kampanye, tidak ada dalam peristiwa yang dilaporkan yang bisa dikaitkan dengan pelanggaran kampanye," ujar Ratna Dewi di Jakata, Kamis (25/10).

Dengan demikian, sesuai mekanisme penanganan pelanggaran pemilu oleh Bawaslu yang dibatasi waktu, pada hari yang sama Bawaslu membuat putusan. “Mengingat penanganan pelanggaran oleh Bawaslu dibatasi waktu, Bawaslu kemudian menetapkan hasil penanganan laporan pada hari Kamis, 25 Oktober 2018,” ujar Ketua Bawaslu, Abhan.

(Baca juga: Mempersoalkan Jerat Hukum Penyebaran Hoax di Kasus Ratna Sarumpaet).

Sebelumnya pada 4 Oktober, Bawaslu telah menerima tiga laporan perihal penyebaran berita bohong penganiayaan yang diduga dilakukan RS. RS dilaporkan ke Bawaslu lantaran  ia merupakan bagian dari Tim Kampanye salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden  Pemilu 2019.

Laporan pertama oleh Garda Nasional untuk Rakyat (GNR) yang melaporkan hoax RS sebagai dugaan pelanggaran kampanye hitam. Kemudian yang kedua, dilaporkan oleh  Direktorat Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi – Maruf Amin yang melaporkan hoax Ratna sebagai dugaan pelanggaran komitmen kampanye damai Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo – Sandiaga Uno. Dan yang ketiga, laporan dari Relawan Pro-Jokowi (Projo) yang melaporkan BPN Prabowo – Sandiaga Uno. Ketiga laporan yang diterima oleh Bawaslu tersebut diregister dengan Nomor: 02/LP/PP/RI/00.00/X/2018, kemudian Nomor: 03/LP/PP/RI/00.00/X/2018 serta Nomor: 04/LP/PP/RI/00.00/X/2018.

Ketiga laporan tersebut masing-masing terkait peristwa dugaan penyebaran berita bohong, substansi konfrensi pers yang dilakukan oleh Prabowo Subianto, serta  komentar-komentar Tim Kampanye Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno di media sosial. Dengan demikian ketiga hal tersebut bukan termasuk kategori pelanggaran Pemilu.

Peneliti Perkumpulan untuk Demokrasi, Fadli Ramdhani menyebutkan penyebaran berita bohong sebagaimana dugaan yang dituduhkan, lebih tepat dikategorikan sebagai pidana umum. Fadli menilai tindakan penyebaran berita bohong dalam kasus Ratna Sarumpaet tidak berhubungan dengan kampanye Pemilu. Karena tidak berkaitan langsung dengan konten kampanye Pemilu, meskipun terjadi pada saat momentum kampanye. “Itu pidana umum,” ujar Fadli.

Tags:

Berita Terkait