Jaga Martabat Pengadilan, Jurnalis Perlu Gunakan Istilah Hukum yang Tepat
Berita

Jaga Martabat Pengadilan, Jurnalis Perlu Gunakan Istilah Hukum yang Tepat

Komisi Yudisial memandang penting peran media massa untuk mewujudkan akuntabilitas pengadilan.

Oleh:
Aida Mardhatillah
Bacaan 2 Menit
Peran media massa dalam penegakan hukum. Foto: AIDA
Peran media massa dalam penegakan hukum. Foto: AIDA

Menulis berita hukum, misalnya laporan sidang pengadilan, gampang-gampang susah. Di Indonesia, jurnalis bisa langsung melihat proses persidangan terbuka dan mencatat argumen para pihak. Tetapi ada rambu-rambu penting yang harus diikuti, seperti anonimitas pada sidang peradilan pidana anak. Jurnalis juga harus menghindari kalimat yang menghakimi meskipun seseorang terkena operasi tangkap tangan.

Jurnalis, dengan tugas dan fungsinya, berperan penting menjaga martabat pengadilan, atau ikut menjaga marwah penegakan hukum. Lewat informasi yang disampaikan ke publik, jurnalis dapat membentuk opini publik dan secara tidak langsung ‘mengarahkan’ pandangan masyarakat tentang masalah-masalah hukum, khususnya pemberitaan pengadilan. Menyadari itu pula, Komisi Yudisial menggelar sinergitas dengan media massa dengan membuat sesi khusus tentang pemahaman bahasa hukum. “Jurnalis beperan besar menjaga martabat pengadilan,” kata Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus.

Memahami bahasa hukum, atau istilah-istilah hukum tertentu dan khas, adalah tantangan bagi jurnalis yang meliput di lembaga-lembaga hukum seperti Komisi Yudisial, Mahkamah Agung dan lingkungan peradilan di bawahnya, kepolisian, dan Mahkamah Konstitusi. Apalagi jika jurnalis yang bertugas tak berlatar belakang hukum atau tak punya pengalaman meliput masalah-masalah hukum sebelumnya. Sebaliknya, bahasa hukum acapkali  menyulitkan pembaca awam untuk memahami apa maksud sebenarnya. Karena itu ara jurnalis, perlu membekali dirinya dengan istilah-istilah hukum yang lazim dipakai dan sesuai dengan konteks pemberitaan.

Bahasa hukum itu berkorelasi dengan pemberitaan yang logis. Keliru memahami dan menggunakan istilah hukum yang tepat bisa berdampak baik kepada si jurnalis maupun kepada masyarakat. Sebagai contoh, ketika jurnalis menulis ‘majelis hakim praperadilan memutuskan permohonan praperadilan ditolak’ hampir pasti kalimat itu tidak logis, karena pada dasarnya hakim praperadilan bukan majelis.

Redaktur Senior Hukumonline, Muhammad Yasin memaparkan kepada beberapa wartawan dan memberikan pembedaan terkait istilah dan bahasa hukum yang seringkali dijumpai dalam sebuah diskusi bertajuk “Peran Media Massa dalam Mewujudkan Akutanbilitas Peradilan” yang dilaksanakan oleh Komisi Yudisial dalam waktu dekat ini.  

Yasin mengatakan penggunaan bahasa hukum yang salah dapat mengakibatkan kesalahan persepsi atau berdampak kerugian seseorang. Jika ditelaah lebih jauh, penggunaan bahasa hukum yang tidak tepat dapat memengaruhi esensi isi pemberitaan dan  kekeliruan dalam memaknai bahasa hukum tersebut. “Untuk itu, para wartawan perlu memahami istilah dan bahasa hukum agar dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat tidak bias, multitafsir atau cenderung keliru,” kata yasin dalam waktu dekat ini.

Istilah dan bahasa hukum beraneka ragam, diantaranya terdapa istilah hukum yang berasal dari hukum pidana, perdata, bisnis, tata negara dan dunia peradilan. Tentu, kata yasin, bagi seorang wartawan yang bukan berlatarbelakang pendidikan hukum memiliki keterbatasan memahami diksi dan pilihan kata yang tepat untuk mengubah kata ganti istilah dan bahasa hukum tersebut.

Tags:

Berita Terkait