Singapura Hasilkan Konvensi Mediasi dan Amandemen UNCITRAL 2002
Pojok PERADI

Singapura Hasilkan Konvensi Mediasi dan Amandemen UNCITRAL 2002

Berkaca pada implementasi Konvensi New York yang terbilang sukses memudahkan eksekusi putusan arbitrase, maka eksekusi aset hasil perjanjian mediasi melalui Singapore Mediation Convention bukanlah hal yang mustahil.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Direktur Singapore International Dispute Resolution Academy, Nadja Alexander, bersama Chairman Singapore Mediation Centre, George Lim. Foto: HMQ
Direktur Singapore International Dispute Resolution Academy, Nadja Alexander, bersama Chairman Singapore Mediation Centre, George Lim. Foto: HMQ

Eksekusi mediasi komersil antar Negara bermasalah lantaran salah satu pihak ingkar janji atas hasil perjanjian perdamaian (International Mediated Settlement Agreements/iMSAs) memang marak dijumpai para pihak dalam sengketa bisnis internasional.

 

Menangkap persoalan tersebut, Working Group II telah menghasilkan konsensus berupa amandemen terhadap UNCITRAL Model Law on International Commercial Conciliation (2002) sekaligus menelurkan UN Convention Pertama atas nama Singapura, yakni Singapore Mediation Convention (SMC) yang akan ditandatangani pada Agustus 2019.

 

Hasil amandemen UNCITRAL 2002 dijelaskan oleh Direktur Singapore International Dispute Resolution Academy, Nadja Alexander, meliputi perubahan nama model law itu menjadi UNCITRAL Model Law on International Commercial Mediation on International Settlements Agreements and Their Enforcement serta terdapatpenambahan section baru terkait penyelesaian sengketa internasional sekaligus penegakannya (eksekusi).

 

Amandemen model law itu, disebut Nadja meliputi perubahan istilah ‘konsiliasi’ menjadi ‘mediasi’, sehingga lebih sesuai dengan istilah yang digunakan dalam praktik yang dilakukan mediator.

 

Adapun soal SMC, kelahirannya terilhami dari muatan Konvensi New York 1958 yang mengatur bahwa putusan arbitrase di suatu Negara diakui dan dapat diterapkan di Negara lain yang telah meratifikasi Konvensi New York. Sehingga nantinya, bukan hanya putusan arbitrase saja yang dapat dieksekusi di berbagai Negara, tetapi juga perjanjian hasil mediasi (iMSAs).

 

“Berkaca pada implementasi Konvensi New York yang terbilang sukses memudahkan eksekusi putusan arbitrase, maka eksekusi aset hasil perjanjian mediasi melalui Singapore Mediation Convention bukanlah hal yang mustahil,” kata Nadja pada Acara the 5thAsia Mediation Association Conference, yang berlangsung pada 24-25 Oktober 2018, di Jakarta.  

 

SMC ini, diterangkan Nadja, hanya mencakup persoalan sengketa komersiil antar Negara yang para pihaknya melakukan aktivitas bisnis setidaknya di dua Negara berbeda yang menjadi state party. Sasarannya, agar kreditur dapat dengan mudah memperoleh perintah eksekusi pengadilan di Negara tempat eksekusi objek iMSAs dilakukan.

Tags:

Berita Terkait