Kebijakan Pengiriman TKI ke Saudi Mesti Dikaji Ulang
Berita

Kebijakan Pengiriman TKI ke Saudi Mesti Dikaji Ulang

Pengiriman buruh migran Indonesia ke luar negeri mesti lebih selektif terutama bagi negara-negara memiliki regulasi yang bisa menjamin perlindungan buruh migran dan HAM.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Dar kiri ke kanan. Charles Honoris, Syaifullah Tamliha, dan Siti Badriyah dalam diskusi bertaujuk ‘Daftar Panjang TKI Dihukum Mati’  di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (11/1). Foto: RFQ
Dar kiri ke kanan. Charles Honoris, Syaifullah Tamliha, dan Siti Badriyah dalam diskusi bertaujuk ‘Daftar Panjang TKI Dihukum Mati’  di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (11/1). Foto: RFQ

Eksekusi hukuman mati terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Tuti Tursilawati menambah deretan panjang, TKI yang dihukum mati tanpa pemberitahuan (notifikasi) oleh Arab Saudi. Karenanya, pemerintah diminta melanjutkan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi. Hal ini mengemuka dalam diskusi bertaujuk ‘Daftar Panjang TKI Dihukum Mati’  di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (11/1/2018).

 

Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menilai eksekusi mati TKI di Arab Saudi tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia melanggar etika diplomasi. Karena itu, pemerintah Indonesia mesti bersikap tegas dengan terus melakukan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi yang diberlakukan sejak 2015. Namun, belum lama ini, terdapat nota kesepahaman antara Indonesia dengan Arab Saudi pada 11 Oktober 2018 terkait rencana pengiriman buruh migran ke Arab Saudi lagi.

 

“Pemerintahan Joko Widodo mesti mengkaji ulang kerja sama dengan pemerintah Saudi. Bahkan bila perlu, nota kesepahaman tersebut dibatalkan. Saya mendesak pemerintah mempertimbangkan nota kesepahaman mendatangkan buruh migran ke Saudi. Saya mendukung moratorium dan tidak lagi mengirim buruh migran,” pintanya. Baca Juga: DPR Desak Pemerintah Buat Perjanjian Notifikasi dengan Arab Saudi

 

Karena itu, pengiriman buruh migran Indonesia ke luar negeri mesti lebih selektif. Misalnya, pengiriman negara-negara yang telah memiliki regulasi yang menjamin perlindungan HAM. Sebaliknya, terhadap negara-negara yang rentan atau rendah terhadap perlindungan terhadap HAM tak perlu menjadi negara tujuan bagi pengiriman buruh migrant atau TKI.

 

“Pemerintah Indonesia mestinya mendorong negara-negara yang rendah terhadap perlindungan HAM membuat perjanjian atau regulasi perlindungan terhadap buruh migran. Kalau negara tujuan tidak punya regulasi perlindungan terhadap buruh migran rumah tangga, maka jangan dikirim ke negara tersebut.”

 

Anggota Komisi I DPR, Syaifullah Tamliha menilai moratorium pengiriman TKI ke Saudi mesti tetap berlaku meskipun pemerintah Indonesia dan Arab Saudi menandatangani nota kesepahaman belum lama ini. Dari kesepahaman ini, ada 30 ribu asisten rumah tangga akan dikirimkan dari RI ke Arab Saudi dalam rangka pilot project untuk periode November 2018 hingga April 2019 mendatang.

 

“Karena itu, saya setuju dengan Charles, perlu ada moratorium kembali terhadap tenaga kerja kita yang dikirim ke sana. Tidak sedikit yang tidak dibayar gajinya, apalagi untuk bisa pulang,” ujarnya

Tags:

Berita Terkait