Sukses Berprofesi Hukum di Era Disrupsi ala Hakim MK hingga si Cerdas ‘LIA’
Utama

Sukses Berprofesi Hukum di Era Disrupsi ala Hakim MK hingga si Cerdas ‘LIA’

Perlu persiapan lebih serius untuk sukses berprofesi hukum di masa revolusi industri 4.0.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Direktur Konten dan Pemberitaan Hukumonline, Amrie Hakim  (berdiri) menyampaikan presentasi dalam Sebelas Maret Law Festival FH UNS, Sabtu (3/11) di Solo. Foto: Edwin
Direktur Konten dan Pemberitaan Hukumonline, Amrie Hakim (berdiri) menyampaikan presentasi dalam Sebelas Maret Law Festival FH UNS, Sabtu (3/11) di Solo. Foto: Edwin

Apakah anda meraih sarjana hukum sebagai pilihan sadar atau pilihan takdir? Para birokrat, Jaksa, Hakim Mahkamah Konstitusi, hingga ‘LIA’ Hukumonline hadir berbagi cerita yang menjelaskan perbedaannya di seminar berjudul “Kenal Profesi Hukum” Sebelas Maret Law Festival Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Sabtu (3/11). Berbagai tips dan informasi diulas untuk memandu ratusan mahasiswa hukum yang hadir agar sukses berprofesi hukum di era disrupsi.

 

Menjadi sarjana hukum adalah keniscayaan bagi semua mahasiswa hukum. Disiplin dan tekun dalam menjalani perkuliahan sebaik mungkin cukup membuat gelar sarjana hukum bisa diraih dalam empat tahun. Sayangnya jalan sukses berprofesi hukum usai meraih gelar sarjana tak akan ‘selurus’ itu. Para mahasiswa hukum bahkan perlu lebih membekali diri dengan sebanyak mungkin penunjang dalam berkompetisi di era disrupsi.

 

“Di era global ini tantangan kita besar sekali, kalau tidak bersikap bijak dengan banyaknya informasi Google, akan menjadi malas,” kata Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, memberikan ilustrasi kepada hukumonline.

 

Apa yang disampaikan Enny mengarah pada kecanggihan teknologi yang tersedia sebagai fasilitas penunjang belajar mahasiswa hukum masa kini. Menurutnya, kemajuan teknologi yang tidak disikapi dengan bijak dapat berdampak buruk bagi mahasiswa hukum dalam menyiapkan masa depan.

 

Misalnya layanan mesin pencari Google yang dianggap Enny bisa terlalu memanjakan mahasiswa hukum dalam melakukan analisis mendalam. Berbagai penyelesaian tugas kuliah tentu lebih terbantu dengan informasi di internet. Semua informasi tersaji begitu berlimpah dan mudah didapatkan. Termasuk unggahan analisis hukum dari amatiran hingga para ilmuwan. “(Akibatnya) tidak mencari dan menganalisis lebih jauh lagi sehingga mengetahui akar masalahnya di mana,” Enny menambahkan.

 

Tentu saja pada dasarnya kemajuan teknologi juga memiliki dampak positif yang harus dimanfaatkan para mahasiswa hukum. Amrie Hakim, Direktur Konten dan Pemberitaan Hukumonline.com memaparkan bagaimana portal Hukumonline lahir sebagai produk kemajuan teknologi yang berkontribusi bagi dunia hukum Indonesia. Di usia yang ke-18, Hukumonline bahkan telah meluncurkan produk berteknologi Artificial Intelligence (AI) bernama LIA (Legal Intelligent Asistant).

 

(Baca: LIA, Chatbot Hukum Pertama Indonesia Resmi Diluncurkan)

 

Si cerdas ‘LIA’ yang divisualkan dalam sosok animasi perempuan adalah platform chatbot hukum pertama di Indonesia. Tujuannya untuk membantu masyarakat mendapat konten edukasi hukum yang dapat diakses melalui lia.hukumonline.com. Selama 18 tahun belakangan hukumonline telah konsisten memberikan edukasi hukum bagi masyarakat luas lewat rubrik Klinik Hukumonline dan berbagai pemberitaannya. LIA diharapkan akan semakin membantu masyarakat menjadi melek hukum. Termasuk pula membantu para mahasiswa dan kalangan profesi hukum.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait