Pentingnya Kesepahaman Antar Negara sebagai Jaminan Perlindungan TKI
Berita

Pentingnya Kesepahaman Antar Negara sebagai Jaminan Perlindungan TKI

Pemerintah Indonesia mesti menaikan posisi daya tawarnya terhadap pemerintah Arab Saudi demi upaya memberi jaminan perlindungan maksimal pekerja migran Indonesia.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Demo menentang eksekusi mati TKI oleh Arab Saudi. Foto: RES
Demo menentang eksekusi mati TKI oleh Arab Saudi. Foto: RES

Pengiriman pekerja migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri seringkali dilakukan perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI). Praktiknya, setelah perusahaan jasa tenaga kerja menempatkan TKI ke negara tujuan seolah tugas dan tanggung jawabnya selesai. Padahal, dalam banyak kasus, terakhir eksekusi mati TKI, Tuti Tursilawati di Arab Saudi, rentan terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM).  

 

Karena itu, idealnya pengiriman buruh migran ke luar negeri tidak hanya dilakukan oleh PJTKI, tetapi tetap difasilitasi pemerintah baik sebelum, saat, dan setelah TKI bekerja di luar negeri melalui perjanjian antar negara dengan negara atau nota kesepahaman. “Pengiriman ini (TKI) bukan hanya dilakukan oleh perusahaan swasta, tapi juga (diikat) dengan G to G. Saya sepakat kalau ada namanya one service itu dilakukan oleh Kemenaker dan BNP2TKI,” ujar Anggota Komisi IX DPR, Ichsan Firdaus dalam diskusi bertajuk “Perlindungan TKI” di Komplek Parlemen Jakarta, Senin (11/5/2018).

 

Firdaus menegaskan praktik pengiriman TKI tak dapat dipungkiri kerap dilakukan PJTKI. Persoalannya, pekerja migran Indonesia kerap berhadapan dengan hukum di negara tujuan yang tak dikawal serius oleh PJTKI yang bersangkutan. Kasus terbaru menimpa TKI, Tuti Tursilawati yang telah dieksekusi hukuman mati di Arab Saudi. Ironisnya, pemerintah Saudi tak memberi notifikasi (pemberitahuan) ke pemerintah Indonesia.

 

Menurutnya, idealnya kebijakan pengiriman TKI ini mesti dilakukan kesepahaman yang mengikat antar negara. Misalnya, soal jaminan perlindungan HAM bagi pekerja migran Indonesia di negara tujuan dan mendorong pelaksanaan Konvensi Wina Tahun 1963 yang mewajibkan negara tujuan memberitahukan kepada negara asal perihal adanya kasus hukum khususnya pelaksanaan hukuman mati.

 

“Tapi memang di Arab Saudi tidak mengenal tata cara hukum itu (notifikasi). Sebenarnya ini problemnya di Saudi sudah ada MoU (dengan Indonesia, red), tapi tidak dilanjutkan dengan kesepakatan lanjutan,” ujarnya. Baca Juga: DPR Desak Pemerintah Buat Perjanjian Notifikasi dengan Arab Saudi

 

Hal ini, kata anggota MPR dari Fraksi Golkar itu, perlu koordinasi antara Kementerian Luar Negeri dengan para pemangku kepentingan yang menekankan pentingnya perjanjian mengikat dan mematuhi Konvensi Wina 1963. “Pemerintah Indonesia mesti didorong melakukan perjanjian yang sifatnya mengikat agar Saudi mematuhi Konvensi Wina 1963 terkait pengiriman pekerja migran Indonesia yang menjamin perlindungan HAM di negara tujuan, khususnya dengan Arab Saudi.”

 

Namun DPR, kata Ichsan, tetap mendorong moratorium TKI ke luar negeri khususnya di Arab Saudi tanpa batas waktu yang belum ditentukan. “Kami berharap agar pemerintah konsisten moratorium sampai titik dimana jaminan perlindungan itu betul-betul bisa dilaksanakan,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait