Penerbitan Kartu Nikah Menuai Kritik
Berita

Penerbitan Kartu Nikah Menuai Kritik

Karena penerbitan kartu nikah ini dinilai belum perlu dan potensi terjadi pemborosan anggaran. Namun, sisi lain kartu nikah dinilai sebagai gagasan bagus sebagai bentuk inovasi untuk memudahkan masyarakat mengantongi identitas status pernikahannya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pasangan yang melangsungkan perkawinan. Foto: SGP
Ilustrasi pasangan yang melangsungkan perkawinan. Foto: SGP

Rencana pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan kartu nikah menuai kritik dari kalangan anggota DPR. Pasalnya, kebijakan penerbitan kartu nikah dinilai belum perlu dan potensi memboroskan anggaran negara jika dicetak dalam jumlah banyak. Karena itu, Kemenag diminta menjelaskan secara gamblan agar publik menerima informasi secara utuh.

 

Wakil Ketua Komisi VIII Iskan Qolba Lubis menilai rencana pemerintah menerbitkan kartu nikah bagi masyarakat yang sudah menikah belum mendesak. Sebab, selama ini praktik pencatatan pernikahan melalui buku nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) sudah cukup baik. Lagipula keberadaan buku nikah dirasa sudah cukup sebagai bukti adanya peristiwa pernikahan secara sah menurut agama dan negara.

 

“Ini (kartu nikah) belum terlalu dibutuhkan, karena buku nikah tetap ada sebagai bukti legalnya sebuah pernikahan,” ujar Iskan saaat dihubungi Hukumonline, Rabu (14/11/2018). Baca Juga: Menimbang Urgensi Penerbitan Kartu Nikah

 

Menurutnya, penerbitan kartu nikah ini merupakan pemborosan karena bakal membebani keuangan negara yang jumlahnya tidak sedikit. Apalagi, di tengah kondisi keuangan negara yang sedang mengalami defisit. Iskan berpandangan penerbitan kartu nikah ini hanya sebagai ‘suplemen’ sesaat. Sementara, kalau tujuannya sebagai data kependudukan, data status pernikahan sudah tercatat dalam kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dan KK.

 

Baginya, rencana penerbitan kartu nikah ini seolah hanya mengikuti tren yang semuanya serba dibuatkan kartu. “Sekali lagi, bila semua pasangan yang hendak dan sudah menikah dibuatkan kartu nikah, berapa puluh juta kartu yang dibutuhkan, tentu ini membutuhkan anggaran yang besar. Sementara, kegunaannya terbilang minim,” tegasnya.

 

“Keberadaan kartu nikah belum mendesak bagi masyarakat. Ini perlu diteliti ide siapa program yang tidak terlalu dibutuhkan ini.”

 

Jika alasan Kemenag melalui kartu nikah ini bakal terintegrasi dengan data kependudukan dan catatan sipil, lanjutnya, integrasi data masyarakat yang berstatus menikah sudah tercatat di server dinas kependudukan dan catatan sipil (dukcapil) setempat. Belum lagi, jika program ini berjalan tentunya membutuhkan server tersendiri yang membutuhkan anggaran besar.

Tags:

Berita Terkait