Contempt of Court, Krisis Hukum Kah?
Kolom

Contempt of Court, Krisis Hukum Kah?

Fenomena Contempt of Court ada di mana-mana. Tak hanya dilakukan oleh awam, tetapi ironisnya oleh figur publik yang berlatar pendidikan baik.

Bacaan 2 Menit
Agusty Pranajaya. Foto: Istimewa
Agusty Pranajaya. Foto: Istimewa

Ketika hukum dipandang sebelah mata, apa pun bisa terjadi. Sejatinya, hukum memang tak boleh pandang bulu. Namun faktanya, banyak kasus hukum yang menjerat beragam kalangan justru diwarnai kekisruhan yang berujung pada ketidakadilan. Proses persidangan dicederai—terdakwa tak memenuhi panggilan, saksi dan pengunjung berulah, majelis hakim dihujat, perilaku buruk penegak peradilan, hingga perusakan anarkis oleh oknum massa yang tak bertanggung jawab.

 

Fenomena Contempt of Court ada di mana-mana. Tak hanya dilakukan oleh awam, tetapi ironisnya oleh figur publik yang berlatarpendidikan baik.Ini kah krisis hukum yang tengah melanda? Bagaimana mencegahnya agar tak membudaya?

 

Tahukah Anda tentang Contempt of Court? Ya, istilah ini mengacu pada penghinaan terhadap pengadilan.  Di Indonesia, istilah Contempt of Court pertama kali ditemukan pada penjelasan umum undang-undang, yaitu UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Secara terminologi, Contempt of Court adalah tindakan yang dilakukan dengan unsur kesengajaan untuk mengabaikan atau tidak mematuhi perintah penguasa yang sah menurut undang-undang. Adapun jenis perilaku yang tergolong ke dalam Contempt of Court menurut pandangan Prof. Oemar Seno Adji, S.H meliputi lima kategori berikut:

 

  • Perilaku tercela dan tidak pantas di pengadilan (Misbehaving in Court)
  • Perilaku mengabaikan perintah-perintah pengadilan (Disobeying Court Orders)
  • Perilaku menyerang integritas dan impartialitas pengadilan (Scandalising the Court)
  • Perilaku menghalangi jalannya proses peradilan (Obstructing Justice)
  • Perilaku menghina pengadilan melalui publikasi/pemberitahuan (Sub-Judice Rule)

 

Hingga kini, Indonesia belum memiliki undang-undang resmi yang mengatur masalah Contempt of Court, meski pihak Mahkamah Agung telah menggagasnya dalam program legislasi nasional 2015-2019 untuk menjaga harkat dan martabat lembaga peradilan dari campur tangan pihak luar kekuasaan pengadilan. Aturan-aturan Contempt of Court yang ada saat ini terbatas dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu Pasal 207, 217, dan 224.

 

Padahal, ketentuan yang mengatur Contempt of Court dibutuhkan untuk mewujudkan dua tujuan utama. Pertama, menjaga efektivitas dan mempertahankan kekuasaan pengadilan. Kedua, melindungi dan melaksanakan hak para pihak yang bersengketa dengan cara memaksa untuk mematuhi putusan dan perintah pengadilan.

 

Usut Tuntas Perintang Peradilan

Sebut saja satu contoh fenomena Contempt of Court yang dapat digolongkan ke dalam Obstructing Justice—saat perkara tindak pidana korupsi (tipikor) e-KTP yang menyeret Ketua DPR RI non-aktif, Setya Novanto, digelar—yang terjadi justru fenomena Contempt of Court dilakukan oleh oknum wakil rakyat. Di sini, masalah imunitas hukum dipertanyakan—kekuasaan figur publik ataukah mental koruptor yang dapat menjadi bagian dari krisis hukum yang terus berlangsung.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait