Dari Boros Anggaran hingga Korupsi, Ini PR Besar Pengelolaan Anggaran Daerah
Berita

Dari Boros Anggaran hingga Korupsi, Ini PR Besar Pengelolaan Anggaran Daerah

Masih banyak daerah tidak membelanjakan anggarannya secara tepat. Tidak hanya boros anggaran, penyimpangan APBD juga rawan terjadi.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP

Dengan konsep desentralisasi sejak 1999, pemerintah daerah secara mandiri sudah mulai mengelola daerah masing-masing tanpa keterlibatan aktif pemerintah pusat. Sejak itu, daerah memiliki hak, kewenangan dan kewajiban pengelolaan pemda yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah dan UU tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

 

Adanya ketentuan tersebut, pemerintah pusat wajib mengalokasikan anggaran kepada pemda untuk membiayai kebutuhan dan pembangunan daerah. Berbagai dana tersebut berupa dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK). Sebagian besar pemda mengandalkan dana tersebut untuk menjalankan pemerintahan, namun ada juga yang sudah menjadikan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan secara penuh.

 

Sayangnya, pengelolaan APBD tersebut dianggap masih belum maksimal hingga saat ini. Berbagai persoalan mulai dari ketidaktepatan penggunaan anggaran hingga penyimpangan atau korupsi masih terjadi di berbagai daerah. Sehingga, kondisi ini menyebabkan pemerataan pembangunan daerah berjalan tidak maksimal.

 

Ketidakefesienan penggunaan anggaran terlihat dari alokasi anggaran daerah untuk pembangunan  yang belum seimbang dibandingkan dengan belanja pegawai. Bahkan, masih terdapat berbagai daerah belum menjalankan amanat Undang-Undang dalam pengalokasian anggarannya.

 

Misalnya, masih terdapat berbagai daerah belum melaksanakan anggaran wajib untuk pendidikan sebesar 20 persen dan kesehatan 10 persen. Padahal, daerah-derah tersebut menghadapi berbagai persoalan seperti ketersediaan sarana dan prasarana sekolah dan rendahnya usia harapan hidup.

 

Staf pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Gumilang Aryo Sahadewo, menjelaskan beragam persoalan ini muncul karena kurang evaluasi pemerintah daerah dan pusat terhadap penggunaan anggaran setiap tahunnya. Padahal, menurutnya, evaluasi tersebut diperlukan untuk mengetahui ketepatan penggunaan anggaran tersebut.

 

(Baca Juga: Ragam Sebab Dana Desa Rawan Dikorupsi)

 

Dia mencontohkan program rekrutmen dan sertifikasi guru yang menyedot anggaran besar namun hasilnya tidak maksimal. Menurutnya, program tersebut bukan sekadar menghitung jumlah guru dalam pelatihan atau tersertifikasi. Melainkan, pemerintah juga harus menilai perubahan kualitas mengajar dan capaian para murid.

Tags:

Berita Terkait