Agun Gunandjar: Otonomi Daerah Harus Perkuat NKRI
Pojok MPR-RI

Agun Gunandjar: Otonomi Daerah Harus Perkuat NKRI

Setidaknya terdapat tiga masalah yang perlu dibenahi dan diurai dari otonomi daerah.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Foto: Humas MPR
Foto: Humas MPR

Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR, Agun Gunandjar Sudarsa, mengakui pelaksanaan otonomi daerah (Otda) yang telah berjalan selama ini perlu dievaluasi. Tujuannya agar tata pemerintahan ini keberadaannya bisa memperkokoh NKRI.

 

Pandangan Agun diutarakan dalam Seminar Nasional di Kampus IPDN, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (29/11).  Agun  memaparkan terdapat  tiga masalah yang perlu dibenahi dari Otda. Pertama, egoisme kedaerahan yang berlebihan. "Ada yang merasa sebagai daerah paling berjasa dalam kontribusi nasional," ujarnya. 

 

Kedua, liberalisasi ekonomi global ke daerah yang tidak terkontrol pusat. Ketiga, kebijakan pemerintah pusat yang tidak konsisten dengan Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945, UU Tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah, UU Tentang Pemerintahan Daerah, dan  UU Tentang Kementriaan Negara, dan UU Tentang Desa.  Perangkat hukum yang ada menurut pria yang akrab dipanggil Kang Agun itu diberlakukan setengah hati.

 

"Kewenangan diberikan belum sepenuhnya disertai penyerahan alokasi anggaran," katanya.

 

Menurutnya, konsep Otda dimulai awal reformasi, pasca Amandemen UUD 1945 dan rampung tahun 2002. DPR dan Pemerintah pun telah mengesahkan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang di dalammya mengatur tentang desa. Selain UU. No. 32 Tahun 2004, juga ada tahun UU. No. 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara yang mengatur pembagian fungsi dan manajemen pemerintahan yang mendorong alokasi anggaran semakin besar ke daerah.

 

Meski aturan sudah ada namun pria asal Ciamis Jawa Barat  itu mengakui pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam mengimplementasikan aturan terkendala dengan masalah yang ada. Seperti isu keberadaan raja raja kecil di daerah, potensi separatisme, dan korupsi kepala daerah. Akibat yang demikian, menurut Agun Gunandjar, membuat alokasi APBN terus menumpuk di kementerian.

 

Untuk menyenangkan daerah maka dana yang dialokasikan ditransfer ke daerah baik DAU maupun DAK. DAU untuk belanja rutin dan belanja pegawai. Sedang DAK untuk pembangunan.  Selain DAK dan DAU, menurutnya, masih terdapat  dana transfer daerah yang berada di kementerian. Untuk mendapat dana ini daerah wajib ikut Bimtek yang diselenggarakan di Jakarta dan wajib pula membentuk UPTD sebagai instansi pusat di daerah yang berfungsi untuk menyerap anggaran itu.

 

Proses yang demikian dipertanyakan Agun Gunandjar. "Mengapa tidak diserahkan saja ke provinsi, kabupaten, dan kota secara langsung?". Dari sinilah maka tak perlu lagi pengadaan alat dan barang, apapun bentuknya, yang dilakukan oleh pemerintah pusat atau kementerian.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait