Apa Kabar Pro Bono Kita? Potret Praktik Pro Bono di Indonesia
Kolom

Apa Kabar Pro Bono Kita? Potret Praktik Pro Bono di Indonesia

​​​​​​​Narasi praktik pro bono di Indonesia pun berkembang tanpa ada data yang menjelaskan potret nyata pelaksanaan pro bono tersebut.

Bacaan 2 Menit
Gita Nadia Pramesa. Foto: Istimewa
Gita Nadia Pramesa. Foto: Istimewa

Lima belas tahun pasca lahirnya Undang-Undang No 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mewajibkan advokat melakukan pro bono, namun hingga saat ini masih sulit atau hampir tidak ditemukan data atau evaluasi yang relevan sejauh mana implementasi pro bono sudah diterapkan oleh advokat di Indonesia (Yasin, 2018). Narasi praktik pro bono di Indonesia pun berkembang tanpa ada data yang menjelaskan potret nyata pelaksanaan pro bono tersebut.

 

Rendahnya kultur pro bono di Indonesia, minimnya minat advokat dalam melakukan pro bono, organisasi advokat yang belum berperan maksimal, tidak bertemunya masyarakat yang membutuhkan dengan advokat sebagai pemberi jasa pro bono, menjadi beberapa contoh narasi yang berkembang mengenai pelaksanaan pro bono di Indonesia.

 

MaPPI-FHUI melakukan penelitian survei untuk melihat lebih jauh gambaran praktik dan kebutuhan implementasi pro bono di Indonesia. Survei ini melibatkan advokat firma hukum (49.7%), pengacara publik (44%), maupun in-house counsel (1.3%). Survei ini dilaksanakan di beberapa kota, terutama empat kota besar yaitu Yogyakarta (30.1%), Bandung (22.5%), Jakarta (22.2%), Surabaya (13.2%), dan beberapa kota lainnya (7.6%). Setidaknya, dalam hasil survei yang dilaksanakan ditemukan tiga isu yang muncul dalam tataran implementasi pro bono.

 

Bantuan Hukum (legal aid) dan Bantuan Hukum Cuma-Cuma (pro bono)

Bantuan Hukum (legal aid) yang dibiayai negara dan Bantuan Hukum Cuma-Cuma (pro bono) merupakan dua hal yang berbeda. Bantuan Hukum (legal aid) merupakan kebijakan pemerintah untuk memberikan bantuan hukum kepada warga negaranya yang tidak mampu melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum.

 

Sedangkan pro bono mengakar kepada nilai luhur pribadi advokat yang peduli dan ingin membantu proses hukum mereka yang membutuhkan. Pro bono merupakan kewajiban yang melekat pada setiap individu advokat berkaitan dengan kekhasan profesinya yang disebut sebagai profesi terhormat (officium nobile).

 

Pemahaman yang jelas akan perbedaan keduanya tentu diperlukan advokat agar praktik yang dilakukan sesuai dengan aturan yang mengatur. Berdasarkan survei yang MaPPI FHUI lakukan, masih ditemukan sebesar 15% advokat yang mendefinisikan Bantuan Hukum Cuma-Cuma (pro bono) sebagai bantuan hukum struktural, bantuan hukum yang dibiayai/ditanggung oleh pemerintah, serta bantuan hukum yang dilakukan oleh lembaga bantuan hukum (LBH). Meskipun dalam persentase yang sedikit, namun data tersebut menunjukkan bahwa secara pendefinisian, masih ada advokat yang menyamakan Bantuan Hukum Cuma-Cuma (pro bono) dengan Bantuan Hukum (legal aid).

 

Secara peraturan, Bantuan Hukum (legal aid) dan Bantuan Hukum Cuma-Cuma (pro bono) juga diatur dalam peraturan yang berbeda. Berdasarkan hasil survei, masih ditemukan responden yang menyatakan bahwa pro bono diatur dalam Undang-Undang No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Jawaban ini pun muncul dengan persentase yang cukup tinggi (43.6%).

Tags:

Berita Terkait