Mengurai Benang Kusut Problematika Pembebasan Lahan Serta Solusinya
Berita

Mengurai Benang Kusut Problematika Pembebasan Lahan Serta Solusinya

Kegagalan dalam proses negosiasi soal ganti kerugian inilah yang seringkali mengakibatkan proyek mangkrak lantaran pembebasan lahan terhambat bahkan hingga bertahun-tahun.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Kepala biro hukum dan hubungan masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN), Aslan Noor. Foto: RES
Kepala biro hukum dan hubungan masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN), Aslan Noor. Foto: RES

Perihal penentuan ganti kerugian memang kerap menjadi isu yang sangat krusial dalam menentukan ‘disetujui atau tidaknya’ suatu pembebasan lahan oleh pemilik sebelumnya. Layaknya sistem jual beli, pemilik tanah jelas menginginkan ganti rugi dalam nominal yang sebesar-besarnya. Sebaliknya, pembeli lahan jelas menginginkan ganti kerugian yang serendah-rendahnya.

 

Idealnya, Pasal 1 angka 2 UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum telah mengamanatkan agar pemberian ganti kerugian dilakukan secara layak dan adil kepada pihak yang berhak.

 

Persoalannya, takaran keadilan bagi pemilik tanah dengan pihak yang hendak membebaskan lahan jelas acapkali berbeda. Akhirnya, kegagalan dalam proses negosiasi soal ganti kerugian inilah yang seringkali mengakibatkan proyek mangkrak lantaran pembebasan lahan terhambat bahkan hingga bertahun-tahun.

 

“Banyak proyek mangkrak bertahun-tahun karena soal pembebasan lahan ini sangat sulit,” tukas Kabiro Hukum dan Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Aslan Noor, dalam Workshop Hukumonline, (Kendala dan Solusi Pengadaan Tanah serta Mekanisme Pembebasan Lahan), Kamis (12/12).

 

Sekedar diketahui, objek ganti kerugian dalam suatu pengadaan tanah meliputi tanah itu sendiri, ruang di atas dan di bawah tanah, bangunan pada tanah, tanaman yang tumbuh pada tanah serta benda lain yang berkaitan dengan tanah atau benda lain yang dapat dinilai.

 

Di samping soal sulitnya penentuan ganti rugi dalam pembebasan lahan, pelaksanaan konsinyasi yang ditolak pengadilan pun masih saja ditemukan. Padahal, Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, telah membuka ruang penitipan ganti kerugian di Pengadilan bilamana ada pihak yang menolak ganti kerugian, pemilik tanah tidak diketahui keberadaannya atau jika objek tanah masih menjadi objek perkara.

 

Hambatan berujung perseteruan panjang di Pengadilan lantaran tidak dilibatkannya masyarakat pemilik tanah dan terdampak secara aktif dalam kegiatan sosialisasi, konsultasi publik serta persetujuan pengadaan tanah juga menjadi faktor yang justru memperparah lambatnya proses pembebasan lahan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait