Menakar Masa Depan Penyandang Disabilitas di Bawah Lindungan Hukum
Berita

Menakar Masa Depan Penyandang Disabilitas di Bawah Lindungan Hukum

Upaya untuk mewujudkan pembangunan inklusif terus dilakukan. Dukungan dari berbagai pihak menentukan keberhasilan cita-cita tersebut.

Oleh:
M-28
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Forum Kajian Pembangunan (FKP) mempertemukan peneliti, akademisi, masyarakat sipil, dan masyarakat internasional untuk membahas hasil penelitian berkaitan dengan isu terkini Rabu (12/12) di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Salah satunya bertema “Implementasi Undang-Undang Penyandang Disabilitas Dalam Mewujudkan Pembangunan Inklusif” yang dipaparkan peneliti PSHK, Fajri Nursyamsi.

Tepat dua tahun lalu, Indonesia baru saja memiliki regulasi terkait penyandang disabilitas yaitu UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU Disabilitas). Keberadaan UU Disabilitas menggantikan UU No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Pembentukan UU Disabilitas telah menggeser pendekatan kepada penyandang disabilitas dari perspektif charity based menjadi right based.

Dalam UU Disabilitas disebutkan mengenai ragam disabilitas, yaitu disabilitas fisik, sensorik, mental, dan intelektual. Melalui UU Disabilitas, dibangun paradigma baru tentang keterbatasan yang dimiliki oleh penyandang disabilitas. “Disabilitas atau hambatan itu muncul sebenarnya bukan dari fisik atau mentalnya, tetapi dari kondisi lingkungan dan minimnya dukungan dari orang di sekitarnya,” ujar Fajri.

Fajri memberi ilustrasi seorang pengguna kursi roda yang tidak bisa naik ke lantai atas. Paradigma baru dalam UU Disabilitas adalah bukan karena orang tersebut menggunakan kursi roda melainkan karena ketiadaan fasilitas yang mendukungnya untuk bisa sampai ke lantai atas. Maka, hal yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas bukan rasa belas kasihan atau intervensi kepada tubuhnya melainkan dukungan aksesibilitas baik fasilitas maupun pelayanan.

Menurut Survei Penduduk Antarsensus (SUPAS) 2015, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebanyak 8,56% atau setara dengan 21 juta orang. Penelitian PSHK pada 2015 atau setahun sebelum disahkannya UU Disabilitas menemukan sekira 140-an regulasi yang menyebutkan penyandang disabilitas walaupun saat itu frasa yang digunakan masih “penyandang cacat” atau “berkebutuhan khusus”.

Sektor pengaturan penyandang disabilitas juga tersebar dalam berbagai peraturan sektoral misalnya hak asasi manusia (HAM), kepegawaian, kesejahteraan sosial, transportasi, dan lainnya. “Dari temuan ini bisa dilihat bahwa isu disabilitas tersebar dalam berbagai sektor. Sehingga dalam UU Disabilitas bisa ditemukan 25 sektor berbeda yang menjamin hak penyandang disabilitas,” Fajri menjelaskan.

Daftar 25 sektor yang diatur dalam UU Disabilitas:

Hukum

Pendidikan

Ketenagakerjaan

Kewirausahaan

Koperasi

Kesehatan

Politik

Keagamaan

Keolahragaan

Pariwisata

Kebudayaan

Otonomi Daerah

Kebudayaan

Kesejahteraan Sosial

Infrastruktur

Pelayanan Publik

Perhubungan

Kebencanaan

Habilitas dan Rehabilitasi

BUMN

Perempuan

Anak

Keuangan

Pajak

Komunikasi dan Informas

 

Tags:

Berita Terkait