​​​​​​​Tambal Sulam Defisit BPJS Kesehatan Selama 2018
Lipsus Akhir Tahun 2018:

​​​​​​​Tambal Sulam Defisit BPJS Kesehatan Selama 2018

​​​​​​​Selain mengucurkan dana cadangan Rp10,1 triliun pemerintah menerbitkan kebijakan yang mengalokasikan sebagian pajak rokok untuk menambal defisit BPJS Kesehatan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi layanan kesehatan di faskes. Ilustrator: BAS
Ilustrasi layanan kesehatan di faskes. Ilustrator: BAS

Dana jaminan sosial (DJS) yang dikelola BPJS Kesehatan untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak awal sudah diprediksi akan mengalami defisit. Beberapa penyebabnya antara lain besaran iuran belum sesuai dengan perhitungan aktuaria dan manfaat yang sangat luas karena hampir seluruh penyakit dijamin JKN. Tahun 2016 DJSN menghitung besaran iuran untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) sebesar Rp36 ribu, tapi sampai sekarang pemerintah hanya sanggup membayar Rp23 ribu.

 

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengatakan, defisit Rp16,5 triliun terdiri dari defisit arus kas tahun 2018 sebesar Rp16,5 triliun ditambah defisit dari tahun 2017 sebesar Rp4,4 triliun. Menurutnya, salah satu penyebab defisit JKN karena besaran iuran yang ditetapkan pemerintah lebih rendah daripada aktuaria. “Kami sudah berulang kali mengingatkan iuran JKN ini di bawah harga,” tegasnya dalam rapat kerja di Komisi 9 DPR awal September lalu.

 

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Kepatuhan, Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Bayu Wahyudi, menekankan pentingnya penyesuaian paket manfaat yang diterima peserta. Manfaat pelayanan yang diberikan kepada peserta selama ini tergolong luas. Sebagaimana pasal 22 ayat (1) UU UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.

 

Menurut Bayu, kondisi keuangan BPJS Kesehatan menurun tapi penyesuaian manfaat tidak berjalan. Penetapan manfaat, termasuk obat, belum disesuaikan dengan kemampuan BPJS Kesehatan. Untuk menjalankan program JKN-KIS butuh regulasi yang memberi kepastian peran dan fungsi BPJS kesehatan dalam penyesuaian manfaat.

 

Paling penting, BPJS Kesehatan membutuhkan regulasi yang membenahi besaran iuran agar bisa ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak. “Permasalahan struktural yang mendasar dalam program JKN-KIS adalah iuran tidak sesuai perhitungan aktuaria sehingga perlu diusulkan kebijakan penyesuaian besaran iuran jaminan kesehatan pada segmen peserta PBI dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU),” urai Bayu.

 

Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, mengatakan sejak 2017 pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi defisit JKN. Beberapa langkah yang telah ditempuh selama 2018 antara lain menerbitkan Permenkeu No.10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan PBI. Kemudian mengucurkan dana cadangan yang diatur lewat Permenkeu No.113 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Program JKN.

 

Selain itu, Mardiasmo mencatat BPJS Kesehatan telah menyampaikan besaran defisit yang mencapai Rp16,5 triliun, tapi setelah ditinjau BPKP defisit program JKN sekitar Rp11 triliun. “Kami minta agar BPJS Kesehatan mengajukan jumlah sesuai saran BPK,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait