Melihat Potensi Hukuman Mati Pelaku Korupsi Bencana Alam
Berita

Melihat Potensi Hukuman Mati Pelaku Korupsi Bencana Alam

​​​​​​​KPK dianggap bisa menambahkan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor jika terjadi korupsi dalam keadaan tertentu.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Juru Bicara KPK Febri Diansyah (kiri) dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan). Foto: RES
Juru Bicara KPK Febri Diansyah (kiri) dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan). Foto: RES

"Kejutan" dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata masih terus berlanjut. Setelah menetapkan 17 tersangka dalam kurun waktu 3 hari untuk 3 kasus berbeda, lembaga antirasuah ini melakukan operasi tangkap tangan kepada oknum pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

 

Setidaknya ada 21 orang yang diamankan dalam kegiatan tersebut. Delapan orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka pemberi dan penerima suap. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, penangkapan ini berkaitan dengan dugaan penerimaan hadiah dan janji oleh pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terkait pelaksanaan proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Tahun Anggaran 2017-2018.

 

Dan yang lebih memprihatinkan dugaan suap ini salah satunya terkait dengan proyek pembangunan SPAM di daerah bencana, di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah yang baru saja terkena bencana tsunami September lalu. KPK pun mempelajari adanya ancaman hukuman mati sesuai dengan undang-undang.

 

"Kita lihat dulu. Apakah masuk kategori Pasal 2 (UU Pemberantasan Tipikor) yang korupsi bencana alam yang menyengsarakan hidup orang banyak itu kalau menurut penjelasan Pasal 2, itu kan memang bisa dihukum mati, kalau korupsi yang menyengsarakan orang banyak. Nanti kita pelajari dulu," ujar Saut di kantornya, Minggu (30/12).

 

Pasal 2 UU Tipikor

  1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
  2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

 

Frasa “keadaan tertentu” yang dimaksud sebagaimana ditulis dalam bagian penjelasan Pasal 2 ayat (2) adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

 

Tetapi, dalam pengumuman yang disampaikan KPK 4 orang pihak penerima yaitu Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE) selaku Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung, Meina Woro Kustinah (MWR) selaku PPK SPAM Katulampa, Teuku Moch Nazar (TMN) selaku Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat dan Donny Sofyan Arifin sebagai PPK SPAM Toba 1 tidak dikenakan Pasal 2 melainkan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait