Freddy Harris: Tanpa Komersialisasi, Jangan Bicarakan Soal Kekayaan Intelektual
Profil

Freddy Harris: Tanpa Komersialisasi, Jangan Bicarakan Soal Kekayaan Intelektual

Prioritas utama dialihkan kepada peningkatan kinerja pendataan oleh DJKI yang menunjang komersialisasi.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris. Ilustrasi: HGW
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris. Ilustrasi: HGW

Setahun menjabat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Freddy Harris digeser oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly untuk memimpin direktorat lain di Kementerian Hukum dan HAM. Rabu, 29 November 2017 di Hotel Aston Sentul ia resmi menjabat Direktur Jenderal (Dirjen) di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Yasonna meminta Freddy untuk mempercepat pembenahan sistem teknologi informasi DJKI agar pelayanan permohonan pendaftaran kekayaan intelektual menjadi lebih cepat dan pasti.

 

Jika melihat prestasi Freddy selama menjabat di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, bisa dimengerti mengapa Menteri Hukum dan HAM menugasi Freddy dengan tantangan baru di DJKI. Selama menjabat Sekretaris Direktorat Jenderal Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) pada 2010-2016 hingga akhirnya menjabat Dirjen AHU 2016-2017, sejumlah penghargaan diraih pada masa kepemimpinannya.

 

Sebut saja misalnya Ditjen AHU mendapatkan peringkat pertama Inovasi Pelayanan Publik dari Kemenpan RB tahun 2014, peringkat pertama Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)  dengan nilai 95,77 skala 100 pada 2015 dan 2016, peringkat pertama Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kemenpan RB nilai 92,7 skala 100 tahun 2016 dan 2017, Penghargaan Kementerian Keuangan dalam Akses Kementerian/Lembaga PNBP Terbaik tahun 2016, Penyajian Laporan Keuangan Terbaik SAI (Sistem Akuntansi Pemerintah) di tahun 2016 dan Peringkat Pertama Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) nilai 3.85 skala 5 tahun 2017.

 

Freddy sendiri bukan orang baru di bidang kekayaan intelektual. Ia menjabat Ketua Komisi Banding Merek RI 2003-2008. Selanjutnya, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini dipercaya menjabat Direktur Teknologi Informasi DJKI 2008-2010. Kali ini Freddy ibarat dikembalikan ke kantor lamanya dengan kewenangan jauh lebih besar. Berikut wawancara Hukumonline bersama Freddy di ruang kerja Dirjen KI, di penghujung tahun 2018 lalu.

 

Apa saja yang sedang menjadi fokus perhatian DJKI dalam setahun belakangan?

Ada tiga fokus yang terus saya lakukan dan sosialisasikan: filing (pendataan), commercialization (komersialisasi), enforcement (penegakan hukum). 

 

Filing yang meliputi pendaftaran, registrasi, database jadi hal yang penting. Ditjen Kekayaan intelektual tanpa filing itu non sense untuk jadi yang terbaik. Apalagi kalau masih manual, belum online, ya nggak mungkin. Ini urusannya dengan digitalisasi, bagaimana dokumen terdata dengan baik serta pusat data yang baik. Maka kami akan bangun pusat data yang benar-benar mumpuni di DJKI.

 

Nah, tanpa komersialisasi jangan bicarakan soal kekayaan intelektual. Mengapa ada kekayaan intelektual? Tentu karena ada nilai ekonomis.  Terakhir tentang enforcement, justru selama ini DJKI sering menyoal enforcement tapi justru tidak fokus ke filing dan komersialisasi. Pembajakan terjadi karena lemahnya filing dan komersialisasi. Kebanyakan orang akhirnya meremehkan soal hak kekayaan intelektual, ketimbang melakukan inovasi jadi lebih senang membajak karya orang lain. Misalnya dengan filing yang baik akan menjaga keaslian inovasi. Oleh karena itu, untuk saat ini kami tidak menekankan enforcement. Bahkan DJKI mengupayakan alternatif penyelesaian sengketa antara para pihak. Kami mendorong mereka mediasi ketimbang diperkarakan secara pidana. Hasilnya ada penurunan pengaduan kasus pembajakan ke DJKI. Bahkan perusahaan-perusahaan besar bisa menyelesaikan perkaranya tanpa perlu dibawa ke proses pidana.

Tags:

Berita Terkait