Leasing Boleh Terapkan DP Nol Persen, Ini Syarat dari OJK
Berita

Leasing Boleh Terapkan DP Nol Persen, Ini Syarat dari OJK

Ketentuan DP nol persen hanya boleh diberikan perusahaan pembiayaan yang memiliki rasio kredit bermasalah (non-performing finance) di bawah satu persen.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Leasing Boleh Terapkan DP Nol Persen, Ini Syarat dari OJK
Hukumonline

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memangkas habis kewajiban uang muka untuk pembelian kendaraan bermotor baik mobil dan motor yang dibeli melalui "leasing" pada perusahaan pembiayaan. Namun, OJK tetap memberi syarat.

 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Pertemuan Tahunan Industri Keuangan 2019, Jakarta, Jumat (11/1) malam, mengatakan pihaknya tetap memperhatikan aspek kehati-hatian, meskipun membebaskan uang muka (down payment). Uang muka nol persen, kata dia, hanya boleh diberikan perusahaan pembiayaan yang memiliki rasio kredit bermasalah (non-performing finance) di bawah satu persen.

 

"Ini yang betul-betul tingkat kesehatannya sehat, dan NPF harus di bawah satu persen, artinya ini juga kami memancing tolong NPF ini diturunin dan kesehatannya harus bagus," kata Wimboh seperti dilansir Antara, Sabtu (12/1).

 

(Baca Juga: Aturan yang Perlu Dipahami Agar Kendaraan Tak Dicap ‘Bodong’)

 

Ketentuan DP nol persen ini tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan yang diterbitkan pada 27 Desember 2018 lalu dan dipublikasikan di situs resmi OJK pada Kamis (10/1). Dalam aturan sebelumnya, OJK menetapkan kewajiban DP untuk motor dan mobil paling rendah sebesar lima persen dan paling tinggi sebesar 25 persen.

 

POJK No. 35/POJK.05/2018

Pasal 20:

  1. Perusahaan Pembiayaan yang memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai Rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih rendah atau sama dengan 1% (satu persen) dapat menerapkan ketentuan besaran Uang Muka Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut:
    1. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 0% (nol persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
    2. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi, paling rendah 0% (nol persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Multiguna, paling rendah 0% (nol persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan.
  2. Perusahaan Pembiayaan yang memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai Rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih tinggi dari 1% (satu persen) dan lebih rendah atau sama dengan 3% (tiga persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut:
    1. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 10% (sepuluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
    2. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi, paling rendah 10% (sepuluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
    3. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Multiguna, paling rendah 10% (sepuluh persen) dari harga jual kendaraan yang yang bersangkutan.
  3. Perusahaan Pembiayaan yang memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai Rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih tinggi dari 3% (tiga persen) dan lebih rendah atau sama dengan 5% (lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut:
    1. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
    2. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi, paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
    3. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Multiguna, paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan.
  4. Perusahaan Pembiayaan yang tidak memenuhi Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai Rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih rendah atau sama dengan 5% (lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut:
    1. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
    2. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi, paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
    3. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Multiguna paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan.
  5. Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai nilai Rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih tinggi dari 5% (lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut:
    1. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
    2. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi, paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
    3. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Multiguna, paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan.

 

Wimboh mengungkapkan OJK juga memiliki tujuan lain melalui kebijakan ini, yaitu guna mendorong konsumsi domestik. Kemudahan memperoleh fasilitas pembiayaan kendaraan bermotor diharapkan dapat mendorong produktivitas masyarakat dan selanjutnya meningkatkan pendapatan.

 

(Baca Juga: Mengenal Kembali Jenis dan Sanksi Pelanggaran Lalu Lintas)

 

Dia menolak anggapan jika relaksasi ini dipandang hanya akan menjadi stimulus untuk sektor konsumtif. Menurutnya, relaksasi untuk mendapatkan kendaraan perlu didorong karena akan menjadi salah satu penggerak sektor produksi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait