Mewujudkan Pemilu Sesuai Asas Penyelenggaraan Melalui Pemilih Pemula
Kolom

Mewujudkan Pemilu Sesuai Asas Penyelenggaraan Melalui Pemilih Pemula

​​​​​​​Dalam UU Pemilu tidak disebutkan secara spesifik keterlibatan masyarakat untuk pendidikan politik bagi pemilih pemula, padahal jumlah pemilih pemula cukup signifikan.

Bacaan 2 Menit
Mustafa Fakhri. Foto: Istimewa
Mustafa Fakhri. Foto: Istimewa

Pemilihan umum merupakan salah satu fitur utama dalam negara demokrasi yang merupakan implementasi dari kedaulatan rakyat. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI yang menyebutkan bahwa kedaulatan negara Indonesia berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945.

 

Maksud dari frasa “dilaksanakan menurut UUD 1945” salah satunya adalah dengan dilaksanakannya pemilihan umum secara periodik. Hal ini tercantum dalam Pasal 22E ayat (1) yang menyebutkan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil setiap lima tahun sekali.

 

Jimly Asshiddiqie menyebutkan, bahwa salah satu alasan penting untuk melaksanakan pemilihan umum adalah karena aspirasi masyarakat terus berkembang dan jumlah orang dewasa terus berubah tiap waktu. Banyak di antara mereka yang merupakan pemilih pemula yang sangat mungkin memiliki aspirasi dan pandangan berbeda dengan generasi yang lebih tua.

 

Kedua, senada dengan yang disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie, pemilih pemula pada dasarnya memiliki perbedaan cara berpikir dengan warga negara senior yang sudah pernah mengikuti pemilihan umum. Para pemilih pemula merupakan warga negara yang pertama kali menggunakan haknya dalam kontestasi pemilihan umum, sehingga perlu diarahkan dengan baik dengan diberikan pendidikan politik yang cukup untuk memahami pentingnya demokrasi dalam kehidupan bernegara.

 

Ketiga, para pemilih pemula merupakan generasi yang akan menggantikan generasi tua untuk berkontribusi baik di ranah publik maupun privat. Oleh karena itu, mereka harus dibekali dengan pendidikan politik dan demokrasi yang baik sebagai bekal untuk menempati posisi strategis di masa depan.

 

Mengenai definisi dari pendidikan politik itu sendiri, terdapat berbagai pendapat yang membahas hal tersebut. Menurut Gabriel Almond (1986),  pendidikan politik didefinisikan sebagai bagian dari sosialisasi politik yang khusus membentuk nilai-nilai politik, yang menunjukkan bagaimana seharusnya masing-masing masyarakat berpartisipasi dalam sistem politiknya.

 

Sedangkan, Elizabeth Frazer (1999) dalam artikelnya yang berjudul “Introduction: the idea of political eduaction” yang termuat dalam Jurnal Oxford Review of Education yang dipublikasikan pada tahun 1999, pendidikan politik dapat diartikan juga sebagai pendidikan mengenai praktik dan teori dalam politik, yang di dalamnya termasuk juga data dan hasil analisa yang berada di bawah disiplin ilmu politik atau studi politik.

Tags:

Berita Terkait