Eksekusi Arbitrase Terkendala, Usulan Ini Mungkin Bisa Menjadi Solusinya
Disertasi Ilmu Hukum:

Eksekusi Arbitrase Terkendala, Usulan Ini Mungkin Bisa Menjadi Solusinya

Bukan lembaga supranasional. Arbitrase nasional tetap diakui.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang promosi terbuka doktor ilmu hukum, Deni Amsari Purba  di Universitas Padjadjaran Bandung sitas, Rabu (09/1). Foto: MYS
Suasana sidang promosi terbuka doktor ilmu hukum, Deni Amsari Purba di Universitas Padjadjaran Bandung sitas, Rabu (09/1). Foto: MYS

Menang di lembaga arbitrase di Singapura, tidak otomatis bisa dieksekusi di Indonesia. Selama ini, eksekusi putusan arbitrase asing menjadi salah satu masalah yang dihadapi para pihak yang bersengketa di Indonesia. Sebaliknya, menang di arbitrase Indonesia, bukan berarti pengusaha Indonesia bisa dengan mulus mengeksekusi aset lawan yang berada di Myanmar, misalnya.

Memanfaatkan penyatuan kawasan bisa menjadi solusi untuk mengatasi persoalan eksekusi putusan arbitrase. Negara-negara Asia Tenggara bisa memanfaatkan pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN untuk menyepakati penyelesaian sengketa perdagangan di antara mereka. Selain karena sudah bernaung di bawah Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dan Masyarakat Ekonomi ASEAN, beberapa negara Asia Tenggara sudah mengadopsi hukum arbitrase modern berdasarkan The United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) 1985.

Deni Amsari Purba, dosen sekaligus kurator, mengusulkan pembentukan Arbitrase Komersial Regional ASEAN. Pembentukan lembaga lembaga arbitrase kawasan ini penting antara lain untuk mengatasi problem eksekusi putusan arbitrase. Tetapi pembentukan arbitrase komersial kawasan itu harus ditopang  komponen lain seperti  Hukum Arbitrase ASEAN (ASEAN Arbitration Law), Institusi Arbitrase ASEAN (ASEAN Arbitration Center), dan pengadilan khusus arbitrase ASEAN (ASEAN Annex-Court of Arbitration).

(Baca juga: Arbitrase Asing: Dulu, Kini, dan Nanti).

Gagasan itu disampaikan Deni saat mempertahankan disertasinya dalam ujian terbuka di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Rabu (09/1) lalu. Deni mempertahankan disertasi ‘Kajian Hukum atas Pembentukan Hukum Arbitrase Komersial Regional Bagi Negara-Negara ASEAN dalam Kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN’ di bawah promotor Huala Adolf, dan tim promotor An An Chandrawulan dan Shinta Dewi. “Seharusnya, ASEAN dapat menjadi tempat penyelesaian perselisihan komersial internasional terutama terhadap transaksi bisnis yang dilakukan di wilayah negara-negara anggota ASEAN,” papar Deni.

Untuk pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase di beberapa negara memang tak semudah membalik telapak tangan. Ada keharusan mendapatkan izin dari pengadilan setempat, misalnya di Indonesia harus mendapat izin dari PN Jakarta Pusat, dan di Thailand harus mendapat izin dari Pengadilan Perdagangan Internasional di Bangkok. Selaku promovendus, Deni yakin jika ASEAN memiliki satu wadah arbitrase komersial regional, prosedur penyelesaian sengketa bisnis di kawasan ini akan lebih sederhana, efektif, dan mudah. Hambatan sistem hukum juga bisa diatasi jika ada prosedur yang diakui bersama.

(Baca juga: Tak Penuhi Syarat dan Prosedur Ini, Putusan Arbitrase Asing Terancam Tak Bisa Dieksekusi).

Untuk merealisasikan gagasan itu, jelas Deni, negara-negara ASEAN perlu segera duduk bersama untuk memformulasikan perjanjian pembentukan Badan Arbitrase Komersial Regional ASEAN melalui multilateral treaty. Anggota ASEAN perlu membahas ASEAN Arbiration Law, ASEAN Arbitration Center, dan ASEAN Annex-Court of Arbitration sebagai penopang pembentukan badan arbitrase kawasan.

Tags:

Berita Terkait