Pencalonan Anggota DPD, KPU Disarankan Menempuh Upaya Ini
Eksaminasi Putusan:

Pencalonan Anggota DPD, KPU Disarankan Menempuh Upaya Ini

Diduga lembaga pengawas melampaui wewenang.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS

Badan Pengawas Pemilu melalui Putusan No. 008/LP/PL/ADM/RI/00.00/XII/2018, memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan perbaikan administrasi dengan mencantumkan nama Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai calon tetap perseorangan peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Putusan ini senada dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 242/G/SPPU/2008/PTUN-JKT, 14 November 2018, yang mengabulkan gugatan OSO terhadap KPU.

 

Putusan Bawaslu itu memantik perdebatan terutama terkait komitmen Bawaslu terhdap konstitusionalitas penyelenggaraan Pemilu serentak yang akan dilaksanakan pada April 2019. Selain itu, terdapat amar putusan Bawaslu dipandang tidak sesuai dengan desain wewenang Bawaslu sebagai institusi pengawasan dan pemutus sengketa administrasi dan penyelenggaran Pemilu.

 

Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Iniversitas Jember, Bayu Dwi Anggono menyatakan, KPU dapat saja mengambil pilihan untuk tidak melaksanakan putusan Bawaslu. Ia menilai Bawaslu dalam memutus sengketa administrasi Pemilu terkait pencalonana OSO sebagai anggota DPD diduga melampaui wewenang yang diberikan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

 

“Melampaui wewenang karena jenis putusan pelanggaran administrasi Bawaslu sudah diatur oleh UU Pemilu. Kalau kita lihat amar putusan ke 2, 3, 4, 5, tidak masuk dalam kriteria Pasal 461 UU Pemilu,” ujar Bayu dalam diskusi Eksaminasi terhadap Putusan Bawaslu No. 008/LP/PL/ADM/RI/00.00/XII/2018, Senin (14/1), di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera.

 

(Baca juga: Larangan Calon Anggota DPD dari Pengurus Parpol, MK ‘Diserang’ Balik)

 

Pasal 461 ayat (6) UU Pemilu mengatur bahwa substansi putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dalam penyelesaian sengketa pelanggaran administrasi Pemilu secara limitatif berupa, perbaikan adminsitrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu putusan Bawaslu dapat berupa teguran tertulis; tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaraan Pemilu; atau sanksi administrasi lainnya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang.

 

Selain itu, Bawaslu dipandang melakukan tindakan sewenang-wenang melalui putusan tersebut. Jika diperhatikan kembali, amar putusan Mahkamah Konstitusi No. 30/PUU-XVI/2018 menyatakan bahwa frasa “pekerjaan lain” dalam Pasal 182 huruf L UU Pemilu mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionasi) partai politik. Hal ini merupakan desain konstitusionalitas DPD yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi. MK bahkan menegaskan desain tersebut dengan waktu pelaksanaannya pada Pemilu 2019.

 

Dalam petimbangan MK nomor 3.17, halaman 51, Untuk Pemilu 2019, karena proses pendaftaran calon anggota DPD telah dimulai, dalam hal terdapat bakal calon anggota DPD yang merupakan perngurus partai politik terkena dampak oleh putusan ini, KPU dapat memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap sebagai calon anggota DPD sepanjang telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang bernilai hukum perihal pengunduran diri dimaksud.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait