Respons Pelaku Usaha Terhadap Aturan Baru Equity Crowdfunding
Berita

Respons Pelaku Usaha Terhadap Aturan Baru Equity Crowdfunding

Pelaku usaha akan memantau apakah aturan ini sudah mengakomodir setiap pihak.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Regulasi urunan dana berbasis digital atau financial technology (fintech) equtiy crowdfunding telah terbit akhir Desember lalu. Aturan ini tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding).

 

POJK ini mengatur detail mengenai kegiatan usaha equity crowdfunding. Terdapat batasan-batasan yang harus dipatuhi setiap pihak seperti penyelenggara (perusahaan fintech), penerbit saham dan pemodal. Dalam aturan ini, Beleid ini juga membagi pelaku yang terlibat dalam kegiatan bisnis equity crowdfunding menjadi tiga pihak yaitu penyelenggara, penerbit saham dan pemodal. Terdapat ketentuan khusus yang harus dipenuhi para pihak tersebut dapat terlibat dalam kegiatan layanan urun dana ini.

 

Bagi penyelenggara atau perusahaan fintech equity crowdfunding harus memiliki izin dari OJK. Penyelenggara harus berbadan hukum perseroan terbatas atau koperasi. Penyelenggara juga harus memiliki modal disetor paling sedikit Rp2,5 miliar saat mengajukan permohonan perizinan.

 

Dari sisi penerbit, aturan ini mengharuskan penerbit berbentuk perseroan terbatas (PT). Penerbit bukan perusahaan yang dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh suatu kelompok usaha atau konglomerasi. Kemudian, penerbit juga bukan perusahaan terbuka atau anak perusahaan terbuka dengan kekayaan lebih dari Rp10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan. Penerbit wajib mencatatkan kepemilikan saham pemodal dalam daftar pemegang saham.

 

Kriteria pemodal dalam aturan ini mewajibkan berpenghasilan sampai dengan Rp 500 juta per tahun dan dapat membeli saham sebesar 5% dari penghasilan per tahun. Sedangkan, setiap pemodal dengan penghasilan lebih dari Rp 500 juta per tahun dapat membeli saham paling banyak sebesar 10% dari penghasilan per tahun. Pemodal juga wajib memiliki badan hukum dan mempunyai pengalaman berinvestasi di pasar modal yang dibuktikan dengan kepemilikan rekening efek paling sedikit 2 tahun sebelum penawaran saham.

 

Tidak hanya itu, jangka waktu penawaran saham dari penerbit juga dibatasi paling lama 12 bulan. Kemudian, total dana yang dihimpun melalui penawaran saham paling banyak Rp 10 miliar.

 

Menanggapi terbitnya aturan ini, Ketua Harian Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), Kuseryansyah menyambut positif aturan ini. Sebab, aturan ini memberi kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat dalam industri equity crowdfunding. Selain itu, aturan ini juga diharapkan dapat menggeliatkan industri ini sebagai sumber pembiayaan masyarakat.

Tags:

Berita Terkait