Konflik Dualisme Kepemimpinan DPD Berujung SKLN
Utama

Konflik Dualisme Kepemimpinan DPD Berujung SKLN

Mahkamah diminta memutuskan para Pemohon sebagai pimpinan DPD periode 2014-2019 yang sah dan membatalkan pimpinan DPD Termohon periode April 2017-September 2019.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Kuasa Hukum Pemohon Irmanputra Sidin menyampaikan permohonan SKLN dualisme kepemimpinan DPD di ruang sidang MK, Senin (21/1). Foto: Humas MK.
Kuasa Hukum Pemohon Irmanputra Sidin menyampaikan permohonan SKLN dualisme kepemimpinan DPD di ruang sidang MK, Senin (21/1). Foto: Humas MK.

Wakil Ketua DPD periode 2014-2019 Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan Farouk Muhammad serta Anggota DPD Nurmawati Dewi Bantilan melayangkan sengketa kewenanan lembaga negara (SKLN) ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan SKLN ini ditujukan kepada Ketua DPD Oesman Sapta Odang dan Wakil Ketua DPD Nono Sampono, Darmawati Lubis periode April 2017-September 2019 sebagai Termohon.

 

Kuasa Hukum Pemohon Irman Putra Sidin menerangkan Termohon telah mengambil alih kewenangan hak konstitusional Pemohon yang dijamin Pasal 22C ayat (3); Pasal 22D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 23 ayat (2); Pasal 23E ayat (2); dan Pasal 23F ayat (1) UUD 1945 yang sedang dijalankan sejak 4 April 2017 hingga September 2019. Baca Juga: Pencalonan Anggota DPD, KPU Disarankan Menempun Upaya Ini

 

Irman menerangkan keanggotaan DPD telah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum (Pemilu). Lalu, keanggotaan DPD terpilih dari tiap provinsi melakukan pemilihan pimpinan DPD dengan masa jabatan (lima tahun) sesuai Peraturan Tata Tertib DPD No. 1 Tahun 2014 dan diperkuat Putusan MA No. 20P/HUM/2017. Selanjutnya, dibentuk alat kelengkapan guna mendukung kinerja pimpinan DPD selama lima tahun.

 

Sedangkan kepemimpinan DPD Termohon masa jabatan 2,5 tahun sejak 4 April 2017-September 2019 setelah keluarnya putusan MA tersebut. “Artinya, telah terjadi pengambilalihan kewenangan kekuasaan secara tidak sah,” tuding Irman dalam sidang perdana SKLN yang dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Saldi Isra, Senin (21/1/2019).

 

Baginya, pengambilalihan kewenangan ini tidak dapat dipisahkan antara kepemimpinan dengan kelembagaan DPD. Selama pimpinan DPD belum ditetapkan secara sah, maka kelembagaan DPD belum dapat melaksanakan kewenangan konstitusionalnya. Sebagai pimpinan lembaga majemuk, unsur mutlak yang harus dipenuhi ialah pimpinan yang sah secara hukum.

 

Unsur pimpinan merupakan satu-satunya alat kelengkapan yang bisa menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan dan menyampaikan laporan kinerja dalam sidang paripurna DPD sesuai Pasal 261 UU MD3. “Akibat munculnya Termohon (pimpinan DPD), telah terjadi dualisme lembaga negara atau kloning, sehingga berujung pada sengketa kewenangan antara Pemohon dan Termohon,” tegasnya.

 

Ditegaskan Irman, jika muncul pimpinan lain selain pimpinan yang sah, maka kelembagaan DPD otomatis akan terkloning. Masing-masing pimpinan dapat membawa gerbong melaksanakan kewenangannnya dan dapat menentukan barisan terlegitimasi politik diantara kedua kubu pimpinan. Bagi pimpinan yang berhasil terlegitimasi, pimpinan tersebut yang akan menjalankan kewenangan konstitusional DPD RI meskipun kursi pimpinan diperolehnya dengan cara yang tidak sah.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait