Risiko Cyber Crime di Balik Lemahnya Keamanan Digital Korporasi
Utama

Risiko Cyber Crime di Balik Lemahnya Keamanan Digital Korporasi

Ancaman serangan siber paling sering berasal dari internal perusahaan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Praktisi Keamanan Informasi, Raditya Irandi dan  Praktisi Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Satriyo Wibowo. Foto: RES
Praktisi Keamanan Informasi, Raditya Irandi dan Praktisi Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Satriyo Wibowo. Foto: RES

Kejahatan siber atau cyber crime semakin rentan terjadi seiring penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan sehari-hari. Kasus kejahatan siber tersebut berupa pencurian data rahasia, penipuan kartu kredit, penipuan identitas hingga pembobolan dana. Jenis kejahatan ini memanfaatkan jaringan komputer atau internet dalam metode kegiatan kriminalnya tersebut.

 

Korporasi merupakan salah satu pihak yang paling dianggap kerap jadi sasaran cyber crime. Jasa keuangan merupakan salah satu sektor yang paling sering menjadi sasaran tindak kejahatan ini. Pasalnya, dana besar yang terhimpun dalam sektor usaha ini menjadi salah satu objek sasaran cyber crime. Selain itu, sektor jasa keuangan juga menghimpun data rahasia publik yang dapat digunakan demi mencari keuntungan bagi pelaku kejahatan tersebut.

 

Hal ini diungkapkan Praktisi Keamanan Informasi, Raditya Iryandi saat menjadi pemateri dalam Pelatihan Hukumonline 2019 “Memahami Cyber Law, Cyber Crime dan Digital Forensic dalam Sistem Hukum” di Jakarta, Kamis (23/1).

 

Menurutnya, kejahatan siber ini dapat terjadi karena masih rendahnya kesadaran korporasi dalam menjaga sistem keamanan siber. “Awareness (kepedulian) pegawai masih rendah. Misalnya, penggunaan password yang harus di-update. Sebab, semakin besar korporatnya, value-nya semakin tinggi, semakin banyak pegawainya semakin susah edukasinya,” jelas Radit.

 

Radit juga menjelaskan serangan kejahatan siber ini dapat dilakukan pihak luar yang merupakan pesaing dari perusahaan tersebut. Serangan ini dilakukan untuk mencuri data rahasia perusahaan. “Hacker dibayar pesaingnya mulai untuk ngintip rencana marketing, resep-resep rahasia, hingga mencuri data customer,” jelas Radit.

 

Dengan demikian, Radit menjelaskan korporasi tersebut harus mensosialisasikan kepada internal perusahaan untuk menjaga keamanan sibernya dari kejahatan siber. Selain itu, dia menjelaskan  korporasi juga perlu mengimbanginya dengan meningkatkan kualitas keamanan sibernya. Peningkatan kualitas tersebut dapat dilakukan dengan menginvestasikan pada peralatan komputer hingga penyediaan anti-virus.

 

(Baca Juga: Demi Kepastian Hukum, Tanda Tangan Elektronik Akan Wajib di Setiap Transaksi Elektronik)

 

Bahkan, ancaman serangan siber ini juga bisa berasal dari pihak internal perusahaan atau fraud. Sebab, pihak internal tersebut lebih mengetahui proses bisnis yang dapat digunakan untuk keuntungan pribadi.

Tags:

Berita Terkait