Golput Hak Konstitusional? Begini Ulasan Hukumnya
Utama

Golput Hak Konstitusional? Begini Ulasan Hukumnya

Mengacu berbagai aturan, hak untuk memilih bisa dimaknai masyarakat bisa/boleh memilih salah satu pasangan calon atau tidak memilih semua pasangan calon. Karenanya, negara atau pemerintah juga wajib melindungi hak masyarakat yang bersikap golput.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama kedua pasangan capres-cawapres . Foto: RES
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama kedua pasangan capres-cawapres . Foto: RES

Serangkaian proses Pemilihan Umum (Pemilu) terutama Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 yang diikuti dua pasangan calon (paslon), Joko Widodo-Ma’ruf Amin (01) dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (02), masih terus bergulir. Kini, Pilpres masih dalam tahap kampanye demi mendulang suara. Jauh sebelum tahap kampanye, aksi saling dukung kedua paslon terus mewarnai kehidupan sehari-hari ataupun di berbagai media.   

 

Namun, ternyata ada kelompok masyarakat yang bersikap untuk tidak memilih kedua pasangan calon yang ada dengan beragam alasan. Seperti, gagalnya pemerintahan saat ini, tidak ada satupun dari capres-cawapres dan koalisinya yang bersih dari isu korupsi, perampas ruang hidup rakyat, tersangkut kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM), diskriminasi terhadap kelompok minoritas.  

 

Kelompok ini memang selalu ada dalam setiap perhelatan pesta demokrasi lima tahunan ini. Kelompok ini populer atau lazim disebut golongan putih (golput). Lalu, apakah sikap golput dalam Pemilu atau Pilpres ini melanggar hukum yang bisa dipidana atau apa sikap ini termasuk hak konstitusional?   

 

Mantan Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa menilai sikap golput dalam Pilpres merupakan hak konstitusional warga negara, sama halnya seperti hak untuk memilih dan dipilih. Setiap warga negara berhak menentukan apakah mereka mau menggunakan haknya atau tidak. Jaminan ini tertulis jelas dalam konstitusi dan kovenan hak sipil dan politik (sipol) termasuk UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu juga tidak melarang golput.

 

Alghif menerangkan UU Pemilu melarang tindakan yang menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya. Misalkan ketika hari pemilihan ada pengusaha yang tidak mengizinkan buruhnya untuk mencoblos, sehingga buruh tidak bisa ke tempat pemungutan suara (TPS) karena harus masuk kerja.

 

“Tindakan ini yang dilarang dan bisa dipidana,” kata dia dalam jumpa pers Koalisi Masyarakat Sipil di Jakarta, Rabu (23/1/2019). Koalisi Masyarakat Sipil ini terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), ICJR, KontraS, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, Lokataru, dan PBHI. Baca Juga: Analisa Debat Pilpres dari Isu yang Diangkat Hingga Program Kerja

 

Menurutnya, ada beragam sebab seseorang bersikap golput dalam Pemilu/Pilpres. Pertama, golput karena kecewa terhadap pemerintahan saat ini yang tidak memenuhi janji politiknya. Kolompok golput ini merupakan pemilih Jokowi ketika Pemilu 2014, tapi setelah terpilih tidak ada perubahan yang signifikan termasuk bersikap tidak memilih kandidat pasangan Prabowo-Sandi.

Tags:

Berita Terkait