RUU Permusikan Dinilai Potensi Belenggu Kreativitas Musisi
Berita

RUU Permusikan Dinilai Potensi Belenggu Kreativitas Musisi

Karena terdapat ancaman pidana bagi musisi. DPR juga meminta keseriusan para pelaku musik yang tergabung dalam KAMI dan Koalisi Seni Indonesia agar konsisten terus memberikan masukan atas RUU Permusikan ini.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2019 menempati urutan 48. Desakan agar RUU tersebut dapat segera dirampungkan menjadi harapan semua kalangan pekerja seni musik di tanah air. Ada sejumlah catatan yang mesti menjadi perhatian bagi pembentuk UU terkait pembahasan RUU Permusikan ini.   

 

Penggagas Konferensi Musik Indonesia (KAMI) Glenn Fredly meminta kejelasan nasib pembahasan RUU Permusikan kepada DPR. Sebab, materi muatan RUU Permusikan ini berdampak terhadap perlindungan dan hak para pelaku industri permusikan di Indonesia. Tak hanya hasil karya cipta lagu dan musik, namun juga skema pembagian royalti antara pencipta dengan pengguna musik hasil ciptaan orang lain.

 

“Kita berharap RUU ini bisa memberi manfaat dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi pelaku musik di Indonesia,” ujar Glenn saat melakukan pertemuan dengan pimpinan DPR di Komplek Gedung DPR Senin (28/1/2019). Baca Juga: RUU Permusikan Bakal Jamin Hak-Hak Pekerja Seni

 

Dalam kesempatan ini, KAMI bersama Koalisi Seni Indonesia menyodorkan hasil kajian RUU Permusikan. Berdasakan hasil kajian ini, kata Glenn, naskah akademik RUU Permusikan ini dinilai belum menyentuh dan menyasar tata kelola industri musik secara komprehensif. Justru, terdapat beberapa pasal yang berpotensi menghambat kebebasan berekspresi para pelaku musik.

 

“KAMI dan Koalisi Seni Indonesia menilai seharusnya RUU Permusikan fokus pada tata kelola industri musik,” pintanya.

 

Pelantun lagu “Sedih Tak Berujung” itu menerangkan maksud RUU ini fokus pada tata kelola industri musik yakni memberikan aturan tegas terhadap semua para pemangku kepentingan dalam ekosistem industri musik. Dia membandingkan dengan UU No.33 Tahun 2009 tentang Perfilman. “RUU Permusikan semestinya sebagaimana ketentuan dalam RUU Perfilman yang mengedepankan tata kelola industri perfilman,” sarannya.

 

Meski belum sempurna, kata dia, pengaturan perfilman dinilai berhasil mengatur tata kelola industri perfilman. Satu contohnya, melalui ketegasan memisahkan ekosistem kegiatan perfilman nonkomersial dengan industri perfilman dan peran setiap pemangku kepentingan di dalamnya. “Pengaturan seperti ini belum terlihat dalam RUU Permusikan,” lanjut Glenn.

Tags:

Berita Terkait