Insentif Pajak Devisa Hasil Ekspor Berisiko Hambat Penerapan Aturan Baru DHE
Utama

Insentif Pajak Devisa Hasil Ekspor Berisiko Hambat Penerapan Aturan Baru DHE

​​​​​​​Selisih insentif pajak DHE dalam Rupiah dianggap terlalu kecil dibandingkan dengan dolar AS.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi. Foto: RES
Ilustrasi. Foto: RES

Aturan baru penempatan devisa hasil ekspor (DHE) pada sistem jasa keuangan nasional telah dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA). Inti peraturan tersebut mewajibkan eksportir SDA seperti sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan menempatkan devisanya melalui sistem keuangan dengan menggunakan rekening khusus pada bank devisa.

 

Regulasi ini menjadi penting sebab selama ini eksportir kerap menempatkan DHE di luar negeri dalam bentuk valuta asing seperti dolar Amerika Serikat. Sehingga, kondisi tersebut berdampak terhadap pelemahan nilai tukar Rupiah. Dengan terbitnya aturan ini, pemerintah berharap dapat menarik devisa tersebut dan mengkonversi mata uang asing menjadi Rupiah sehingga memperkuat nilai tukar sekaligus meningkatkan perekonomian.

 

Meski demikian, ternyata masih terdapat kekurangan dalam peraturan tersebut sehingga berisiko tidak maksimalnya implementasi kebijakan ini. Hal ini disampaikan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara kepada Hukumonline, di Jakarta, Senin (28/1/2019).

 

Bhima menjelaskan rendahnya selisih insentif pajak DHE dalam Rupiah dengan dolar Amerika Serikat merupakan salah satu kekurangan dari kebijakan ini. Menurutnya, rendahnya selisih insentif tersebut mengurangi minat eksportir untuk mengkonversi DHE dolar AS menjadi Rupiah. Padahal, dia menjelaskan inti aturan ini yaitu adanya konversi dolar AS menjadi Rupiah.

 

“Cuma catatanya, selisih insentif pajak dalam Rupiah yang ditawarkan relatif kecil sehingga belum menarik bagi pelaku usaha,” kata Bhima.

 

Lebih lanjut, Bhima menjelaskan kondisi tersebut terjadi karena nilai tukar Rupiah cenderung lebih rentan melemah dibandingkan dolar AS. Sehingga, eksportir lebih memilih tidak mengkonversi hasil devisanya menjadi Rupiah. “Sepanjang 2018 saja, fluktuasi (pelemahan) nilai tukar Rupiah bisa mencapai 10 persen,” jelasnya.

 

Ketentuan mengenai insentif pajak DHE tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 26/PMK.010/2016 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (BI). Dalam aturan tersebut, selisih insentif pajak DHE antara dolar AS dengan Rupiah rata-rata hanya 2,5 persen.

Tags:

Berita Terkait