Prostitusi Online dan Hukum Pidana
Kolom

Prostitusi Online dan Hukum Pidana

PSK dan orang yang menggunakan jasa prostitusi tidak diancam dengan pidana karena perbuatan ini masuk dalam kategori victimless crime atau kejahatan tanpa korban.

Bacaan 2 Menit
Nathalia Naibaho. Foto: Istimewa
Nathalia Naibaho. Foto: Istimewa

Praktik prostitusi telah terjadi sejak lama, setua peradaban manusia, namun publik tampak terkejut saat beberapa waktu yang lalu polisi berhasil membongkar praktik prostitusi online yang dilakukan oleh kalangan artis. Meski dalam kenyataannya prostitusi online dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak terbatas hanya dilakukan oleh mereka yang terkenal di dunia hiburan. Sebagai reaksi terhadap kejadian ini, petugas penegak hukum telah melakukan langkah-langkah hukum dengan melakukan pemeriksaan, penangkapan, bahkan penahanan terhadap beberapa orang yang diduga tersangkut dalam kasus ini.

 

Sebenarnya literatur hukum pidana tidak mengenal terminologi "prostitusi online", yang dikenal hanya istilah prostitusi atau pelacuran. Online prostitution atau pelacuran yang dilakukan dalam jaringan (daring/online) merupakan suatu perbuatan berhubungan seksual dengan orang lain dengan menggunakan “transaksi” yang mana proses transaksi itu dapat dilakukan dengan menggunakan media elektronik. Kegiatan ini melibatkan paling tidak dua orang pihak yaitu orang yang menggunakan jasa layanan seksual dan pemberi layanan seksual atau pekerja seks komersial (PSK).

 

Namun dalam kasus-kasus tertentu terlibat pula orang lain yang berperan untuk “memudahkan” atau memfasilitasi aktifitas pelacuran dalam jaringan (prostitusi online) tersebut yang mana kita mengenalnya dengan sebutan germo atau muncikari. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia, hanya orang yang “memudahkan” inilah yang dapat diancam dengan pidana.

 

Hal ini karena tujuan dari pada pasal-pasal dalam KUHP adalah untuk menghukum orang-orang yang pekerjaannya memudahkan, memfasilitasi dan mendapat keuntungan dari kegiatan pelacuran. Masih menurut KUHP, PSK dan orang yang menggunakan jasa prostitusi tidak diancam dengan pidana karena perbuatan ini masuk dalam kategori victimless crime atau kejahatan tanpa korban.

 

Mengapa? Karena dalam kegiatan prostitusi tidak dapat ditentukan siapa yang menjadi pelaku dan siapa yang menjadi korban. Terkecuali jika hubungan seksual tersebut dilakukan dengan paksaan baik dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, atau jika seseorang memaksa PSK melakukan hubungan seksual atau dengan tipu daya membuat seseorang terjerat dalam praktik prostitusi, atau pengguna jasa layanan seksual melakukannya dengan anak di bawah umur baik dengan paksaan maupun tanpa paksaan.

 

Perbuatan-perbuatan tersebut dapat dihukum karena melakukan perkosaan, perdagangan orang untuk tujuan ekspolitasi seksual, perbuatan cabul atau pelacuran anak. Dalam situasi-situasi tersebut PSK dapat dikategorikan sebagai korban. Untuk kasus saat ini, yaitu dalam konteks prostitusi online, PSK dan pelanggannya bukan dipidana karena perbuatan hubungan seksual dalam kerangka prostitusi namun diancam dipidana dengan tuduhan menyebarkan muatan yang melanggar kesusilaan menurut sebagai mana diatur oleh UU ITE.

 

Menurut Wirjono Prodjodikoro, kesusilaan yang dimaksud di sini adalah adat atau kebiasaan yang baik dalam hubungan antar anggota masyarakat yang berhubungan dengan seksualitas. Dan karena sifatnya yang demikian, maka perilaku dalam praktik prostitusi online yang dianggap melanggar UU ITE, bisa diancam hukum pidana.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait