2018, MK ‘Cetak’ 10 Landmark Decisions
Utama

2018, MK ‘Cetak’ 10 Landmark Decisions

Mulai dari verifikasi parpol lama dan baru, larangan pengurus parpol menjadi anggota DPD, perjanjian internasional harus melibatkan DPR, hingga perintah pembentuk UU mengubah batas usia perkawinan bagi perempuan.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Sepanjang tahun 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) hanya mengabulkan 15 perkara pengujian undang-undang (PUU) dari total sekitar 114 perkara yang telah diputuskan. Jumlah ini lebih rendah jika dibandingkan tahun 2017 yang berjumlah 22 perkara PUU yang dikabulkan dari 131 perkara PUU yang telah diputuskan.

 

Sementara dari jumlah 114 perkara PUU yang diputus itu, sebanyak 42 perkara PUU dinyatakan ditolak; 47 perkara tidak dapat diterima; 1 perkara PUU dinyatakan gugur; 7 perkara ditarik kembali; dan 2 perkara lain MK tidak berwenang untuk memeriksa. Lalu, sebanyak 32 perkara PUU diputus tanpa melalui tahap proses pemeriksaan persidangan.

 

Ketua MK Anwar Usman menerangkan dari 114 perkara PUU yang diputuskan sepanjang 2018 itu, terdapat 10 putusan penting/terpilih (landmark decisions) yang berdampak penting bagi tata kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang seyogyanya ditaati semua pemangku kepentingan.

 

“Di tahun 2018 ini, terdapat 10 putusan penting (landmark decisions) MK,” kata Anwar dalam acara Refleksi Tahunan 2018 dan Proyeksi Kinerja Tahun 2019 MK di Hotel Le Meridien Jakarta, belum lama ini.

 

Berikut uraian singkat 10 putusan landmark decisions MK Tahun 2018:

 

  1. Partai Politik Lama Maupun Baru Harus Diverifikasi

Tanggal 23 Juli 2018, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 173 ayat (1) dan (3), Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang diajukan Partai Idaman. Dalam Putusan MK No. 53/PUU-XI/2017, MK hanya mengabulkan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu yang menghapus frasa “telah ditetapkan” dalam pasal itu bertentangan dengan UUD 1945.

 

Artinya, pasca putusan MK ini, seluruh partai politik harus diverifikasi termasuk parpol lama yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai peserta pemilu 2014 (parpol yang ada di DPR saat ini) untuk menjalani verifikasi faktual agar lolos sebagai peserta Pemilu 2019. Dalam putusan ini pun terdapat dua hakim konstitusi yang berbeda pendapat (dissenting opinion) yaitu Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra. (Baca Juga: MK Putuskan Seluruh Partai Politik Harus Verifikasi Faktual)

 

  1. Penggunaan e-money di Gerbang Tol Bukan Kebijakan Diskriminatif

Putusan MK No. 91/PUU-XV/2017 pada Rabu, 28 Februari 2018, Mahkamah menolak untuk seluruhnya uji materi Pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang diajukan Muhammad Hafidz. Menurut Pemohon, kewajiban membayar jalan tol dengan uang elektronik telah mengesampingkan keberadaan uang dalam bentuk kertas atau logam. Seharusnya Pemerintah tidak mewajibkan hal tersebut secara sewenang-wenang kepada konsumen. Tetapi memberikan pilihan pembayaran penggunaan jalan berbayar (tol) kepada konsumen, dengan menyediakan loket pembayaran menggunakan uang elektronik dan loket pembayaran menggunakan uang dalam bentuk kertas atau logam.

Tags:

Berita Terkait