Ini Alasan Pentingnya RUU Masyarakat Hukum Adat
Berita

Ini Alasan Pentingnya RUU Masyarakat Hukum Adat

Sebagai payung hukum yang fokus mengurusi persoalan masyarakat hukum adat.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kawasan hutan adat. Foto: MYS
Ilustrasi kawasan hutan adat. Foto: MYS

Konstitusi mengamanatkan negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam UU. Sejumlah UU juga mengakui keberadaan masyarakat hutan adat seperti UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM PB Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Muhammad Arman, mengatakan kendati konstitusi dan sejumlah UU telah menjamin hak masyarakat hukum adat, tapi praktiknya ketentuan itu belum dipenuhi. Masih banyak masyarakat hukum adat yang kehilangan wilayahnya karena masuk dalam wilayah konsesi seperti perkebunan dan pertambangan. Hak-hak masyarakat hukum adat masih terancam dan belum mendapat perlindungan yang memadai.

Berbagai UU yang menyinggung soal masyarakat hukum adat menurut Arman memuat bermacam syarat yang harus dipenuhi agar suatu masyarakat hukum adat bisa diakui keberadaannya. Misalnya, UU Kehutanan mengatur pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). Menurut Arman dibutuhkan satu UU khusus yang mengurusi persoalan masyarakat hukum adat yaitu melalui RUU Masyarakat Hukum Adat.

“Selama ini belum ada satu payung hukum yang komprehensif untuk menjamin agar hak-hak masyarakat hukum adat terpenuhi. Kami menuntut RUU Masyarakat Hukum Adat segera disahkan sebelum masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla berakhir,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (10/2).

(Baca juga: Pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat Tergantung Pemerintah).

Arman menjelaskan RUU Masyarakat Hukum Adat sempat dibahas DPR pada masa periode kedua pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Walau penggodokan RUU sudah dilakukan sampai tingkat panitia khusus (pansus) tapi sampai akhir pemerintahan SBY pembahasan itu tak kunjung tuntas. Pada masa pemerintahan Jokowi-JK, DPR telah menuntaskan draft RUU Masyarakat Hukum Adat.

Selaras itu Presiden Jokowi telah menerbitkan Surat Presiden dan memerintahkan sejumlah Kementerian untuk membuat daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU. “Tapi sampai sekarang kami tidak mengetahui sampai dimana proses pembentukan DIM itu,” ujar Arman. Menurut Arman koalisi masyarakat sipil telah meminta audiensi dengan sejumlah kementerian yang diamanatkan untuk membuat DIM itu, tapi sampai saat ini belum mendapat tanggapan yang positif.

Direktur Program dan Komunikasi Perempuan PB Aman, Muntaza, mengatakan RUU ini penting bukan hanya memperbaiki hubungan antara negara dengan Masyarakat Hukum Adat tapi melindungi perempuan adat. Menurut Muntaza belum ada peraturan yang secara khusus melindungi hak kolektif perempuan adat. Misalnya, ada perempuan di sebuah kelompok masyarakat adat mengelola danau di wilayah adatnya secara kolektif. Kemudian perempuan adat di daerah NTT memanfaatkan lumpur secara kolektif sebagai bahan pewarna kain tenun.

Tags:

Berita Terkait