Hujan Kritik, Muatan Hukum RUU Permusikan Akan Diubah
Berita

Hujan Kritik, Muatan Hukum RUU Permusikan Akan Diubah

Rancangan aturan ini dianggap membatasi kebebasan berekspresi para musisi.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Publik khususnya musisi menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan yang saat ini disiapkan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI). Sejumlah ketentuan aturan tersebut dianggap membatasi kreativitas sekaligus mengekang kebebasan ekspresi para musisi. Terlebih lagi, rancangan aturan tersebut juga memuat sanksi pidana yang dikhawatirkan dapat mengkriminalisasi para pelaku industri musik.

 

Atas kondisi tersebut, Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR, Inosentius Samsul menjelaskan pihaknya sedang menyiapkan rancangan aturan terbaru sebagai respons penolakan publik tersebut. Salah satu perubahan mengenai pasal pelarangan proses kreasi yang tercantum dalam Pasal 5 RUU Permusikan.

 

“Posisi RUU ini sudah menjadi prioritas 2019, sikap kami paling ekstrem yaitu menyiapkan lagi naskah revisi UU. Perubahan itu misalnya soal larangan-larangan (proses kreasi),” jelas Inosentius kepada hukumonline di Depok, Sabtu (9/2).

 

Meski demikian, Inosentius menyatakan perubahan tersebut tidak langsung menghilangkan aturan pelarangan proses kreasi ini. Pelarangan tersebut hanya dikhususkan bagi distributor musik. Sehingga, dia menilai tidak terjadi pembatasan langsung kebebasan berekspresi para musisi.

 

“Jadi kami mengatur distributornya sehingga itu (karya musik) tidak bisa diedarkan artinya tidak dibatasi secara langsung,” jelas Inosentius.

 

Selain pasal pelarangan, ketentuan sanksi pidana juga mendapat penolakan dalam RUU ini. Hal ini dianggap sebagai ancaman terhadap pemusik. Sehingga, Inosentius menjelaskan ketentuan sanksi tersebut akan dihapus dalam revisi aturan terbaru.

 

“Soal sanksi pidana umum ini tidak harus ada di setiap UU. Ini bisa dikembalikan ke UU organiknya seperti UU tentang hak cipta, kebudayan bahkan KUHP,” tambahnya.

Tags:

Berita Terkait