Larangan Hakim Dukungan Kontestasi Politik di Sosmed, Ini Pesan KY
Berita

Larangan Hakim Dukungan Kontestasi Politik di Sosmed, Ini Pesan KY

Jika hakim memperlihatkan kecenderungan pilihan politiknya pada publik termasuk melalui media sosial yang dapat diakses publik pada akhirnya dapat menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung KY. Foto: RES
Gedung KY. Foto: RES

Dalam beberapa bulan terakhir, perhelatan konstestasi Pemilu 2019 semakin hari semakin memanas baik pemilu legislatif (pileg) maupun pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (pilpres) 2019 yang diikuti dua pasangan calon (paslon), Joko Widodo-Ma’ruf Amin (01) dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (02). Aksi saling dukung calon legislatif atau kedua paslon itu terus mewarnai di berbagai media terutama media sosial (medsos).

 

Meningkatnya suhu politik jelang pelaksanaan Pemilu 2019 itu komunitas atau profesi tertentu yang seharusnya dituntut netral, justru kerap menunjukan dukungan atau keberpihakan terutama terhadap paslon Pilpres 2019 itu. Misalnya, sikap dukungan pada paslon tertentu ditunjukan oleh seseorang yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), pejabat negara, termasuk hakim di medsos.   

 

Untuk itu, belum lama ini, Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) pada MA mengeluarkan Surat Edaran No. 2 Tahun 2019 tentang Larangan Hakim Berpolitik yang ditandatangani Herri Swantoro pada 7 Februari 2019. Dalam surat edaran itu, hakim sebagai pejabat negara diwajibkan menjaga sikap netralitas baik dalam sikap, perkataan, maupun perbuatannya terkait pelaksanaan pemilu legislatif ataupun pilpres 2019. Terlebih, hakim pada peradilan umum memiliki kewenangan memutus perkara pidana pemilu.       

 

Menanggapi surat edaran ini, Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Achmad Jayus mengatakan sebenarnya larangan hakim berpolitik memang sudah diatur dalam UU dimana hakim tidak boleh menjadi pengurus atau anggota partai politik dan SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

 

Karena itu, Surat Edaran Dirjen Badilum ini hanya memberi penekanan kepada para hakim agar tidak menunjukan sikap dukungan atau keberpihakan terhadap partai politik atau paslon tertentu dalam konstestasi Pemilu 2019 ini. “Yang jelas di luar hakim peradilan umum, yakni hakim peradilan agama dan hakim tata usaha negara (TUN) juga tidak diperbolehkan berpolitik karena UU dan KEPPH memang melarangnya,” kata Jaja saat dihubungi Hukumonline, Rabu (13/2/2019).

 

Surat edaran ini berisi empat larangan yang wajib dihindari para hakim. Pertama, hakim harus imparsial dan independen. Kedua, hakim dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon. Ketiga, hakim dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon, visi-misi, mengeluarkan pendapat yang menunjukkan keberpihakan salah satu calon. Keempat, hakim dilarang berfoto dengan bakal calon.

 

Komisioner KY Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi, Sukma Violetta mengingatkan jelang pemilu agar para hakim menunjukkan keteguhannya dalam menjaga sikap netral terutama di media sosial. Terlebih, KEPPH sejak awal melarang hakim memihak salah satu pihak yang berperkara di pengadilan, bahkan hakim dilarang memberi kesan keberpihakan. (Baca Juga: KY dan Mitra Komit Wujudkan Peradilan Pemilu Jurdil dan Berwibawa)

Tags:

Berita Terkait