Praktik ‘comot-mencomot’ konten internet oleh media memang seringkali dilakukan tanpa mempertimbangkan unsur hak cipta dari setiap konten yang diambil, baik berupa hak moral maupun hak komersial atas konten tersebut. Padahal ketika praktik tersebut diketahui oleh sang pencipta konten, alih-alih mendapatkan keuntungan, pelaku berisiko akan berhadapan dengan somasi hingga gugatan perbuatan melawan hukum terkait pelanggaran hak cipta.
Industri media, menjadi salah satu industri yang rentan akan berbagai bentuk pelanggaran hak cipta ini, terlebih media cyber. Dalam kasus kantor berita Agence France-Presse (AFP) vs Daniel Morel (seorang fotografer Haiti) misalnya. Ketika itu, AFP menggunakan foto gempa Haiti yang diambil dari laman Twitter Daniel Morel untuk disebarkan ke berbagai jaringannya. Alhasil, Morel menggugat AFP atas pelanggaran hak cipta dan berhasil memperoleh kompensasi senilai USD 1,2 juta.
Di Indonesia sendiri, Kabid Advokasi LBH Pers Gading Yonggar Ditya menyebut beberapa media online memang cukup liar mengambil beberapa foto dari media sosial. Padahal, kata Gading, atas foto-foto yang dipasang di media sosial tetap saja dilindungi dan tidak bisa dipergunakan secara komersil tanpa memperoleh izin dari pihak yang bersangkutan.
“Seperti di media online, kan di situ ada iklannya, maka sudah pasti itu untuk kepentingan komersil, jadi harus ada izin pemilik foto,” tukas Gading dalam diskusi yang diadakan kumpulan Pewarta Foto Indonesia (PFI), Jumat (15/2).
Sekalipun tak menampik adanya perbedaan karakteristik media online dengan cetak terkait kecepatan penyajian berita, Gading tetap mengingatkan agar media online tetap berpegang pada pedoman pemberitaan media siber yang telah dikeluarkan Dewan Pers. Pada poin 7 pedoman media siber, disebutkan bahwa media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
“Berdasarkan UU Hak Cipta, setiap orang dilarang menggunakan karya orang lain tanpa izin untuk mendapatkan manfaat ekonomi,” tegas Gading.
Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Ari Juliano Gema, mengungkapkan bahwa konsep hak cipta di Indonesia tanpa didaftarkan pun tetap dilindungi berbeda dengan merek, paten dan desain industri. Fotografi, kata Ari, masuk dalam kategori hak cipta (Vide: Pasal 40 UU 28/2014) yang oleh karenanya mendapatkan perlindungan secara otomatis sekalipun tak pernah didaftarkan.