Sejumlah Isu yang Terlewat dari Debat Capres Tahap Kedua
Berita

Sejumlah Isu yang Terlewat dari Debat Capres Tahap Kedua

Solusi yang ditawarkan masih konvensional.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Capres Joko Widodo (kiri), Ketua KPU Arief Budiman (tengah), dan capres Prabowo Subianto (kanan). Foto: RES
Capres Joko Widodo (kiri), Ketua KPU Arief Budiman (tengah), dan capres Prabowo Subianto (kanan). Foto: RES

Debat Calon Presiden tahap kedua telah rampung. Namun debat yang mengangkat tema infrastruktur, pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup tersebut dinilai belum menjawab persoalan mendasar. Enam segmen yang telah disiapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak cukup mampu meng-cover isu-isu tersebut.

Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah berpendapat isu-isu prioritas bidang energi dan tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) yang seharusnya diangkat kedua Calon Presiden belum banyak disentuh saat debat berlangsung. Demikian pula dari sisi jalannya debat, meskipun ada satu segmen khusus kedua calon presiden (capres) diberi kesempatan untuk interaktif, Maryati menilai sesi ini berlangsung tidak cukup dinamis.

“Tidak banyak menjawab persoalan mendasar, khususnya  bagi sektor energi dan tata kelola migas, pertambangan, dan SDA yang menjadi fokus berbagai kalangan,” ujar Maryati, melalui keterangannya, Selasa (19/2).

PWYP Indonesia membuat beberapa catatan tentang debat kedua. Pertama, strategi impor BBM kedua capres minim tawaran solusi. Pada sesi pemaparan visi-misi dan sesi pertanyaan untuk isu energi dan pangan, kedua capres memaparkan strategi yang kurang lebih sama dan minim alternatif solusi dalam pengendalian impor minyak dan BBM. Kedua capres masih sebatas mengemukakan pemanfaatan Biodiesel B20 (hingga B100). Padahal masih banyak sumber-sumber lain yang berpotensi dikembangkan, seperti energi berbasis surya, angin, dan air.

Menurut PWYP, pengendalian impor BBM semestinya dijawab dengan efisiensi energi, pengendalian subsidi energi berbasis fosil, serta peningkatan layanan transportasi publik yang memadai. Termasuk merampungkan reformasi regulasi di sektor energi dan sumber daya terkait lainnya agar terintegrasi, sejalan, dan konsisten dalam pelaksanaannya. Kepastian regulasi juga semestinya diberikan agar investasi di bidang energi terbarukan dapat berkembang baik; dimulai dari konsistensi kebijakan energi dan perencanaan pembangunan nasional.

Kedua, pengembangan infrastruktur energi dan pengendalian produksi batu bara sama sekali tidak disinggung. Pada sesi pemaparan visi-misi dan sesi tanya jawab serta debat, ada  banyak pembahasan mengenai infrastruktur, baik yang memaparkan capaian-capaian maupun yang mengkritisi. Namun, infrastruktur energi sama sekali tidak disinggung. Padahal, PWYP menilai persoalan mahalnya harga gas di hilir banyak ditengarai oleh mandeknya pengembangan fasilitas pengolahan, transportasi, dan pemanfaatan  gas bumi seperti LNG Plants dan pipa gas. Belum lagi, pemanfaatan gas untuk transportasi dan rumah tangga guna mengurangi impor minyak tidak diungkapkan kedua capres.

Bukan hanya itu, problem pengembangan PLTU Batubara (Misalnya PLTU Riau-1) yang sarat dengan korupsi politik yang dimulai dari kebijakan penunjukan langsung, proses lelang, hingga melibatkan anggota parlemen dan partai politik, jauh-jauh hari sepertinya dihindari oleh kedua kubu. Padahal, komitmen dan slogan untuk memotong rantai mafia sejatinya harus dimulai dari keberanian kedua capres untuk menyatakan sikap, paling tidak dalam  debat.

Tags: