Menjalankan Perintah Petinggi Partai, Terdakwa Akui Terima Uang
Pledoi:

Menjalankan Perintah Petinggi Partai, Terdakwa Akui Terima Uang

Berharap dihukum ringan.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Eni Saragih di kursi terdakwa. Foto: RES
Eni Saragih di kursi terdakwa. Foto: RES

Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, telah menyampaikan nota pembelaan atas tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Penuntum umum KPK sebelumnya menuntut Eni 8 tahun penjara, plus hukuman tambahan lain.

 

Ada beberapa hal menarik dalam pledoi Eni di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Pertama, Eni mengaku pada awalnya tidak mengetahui jika fee yang dia terima dari pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo sebesar Rp4,75 miliar dan sejumlah penerimaan gratifikasi dengan total Rp5,6 miliar dan Sin$40 ribu dari sejumlah pengusaha termasuk Samin Tan adalah suatu kesalahan.

 

Semula Eni menganggap pemberian uang itu adalah pemberian sebagai teman. Belakangan, Eni dasar perbuatan menerima uang sebagai pelanggaran hukum karena statusnya sebagai anggota DPR sekaligus Wakil Ketua Komisi VII DPR. Pada status itu melekat label penyelenggara negara.

 

Kedua, Eni menyoroti tuntutan jaksa KPK. Ia menilai tidak adil tuntutan pidana penjara selama 8 tahun. Itu pun masih ada hukuman tambahan. Sebab selama ini ia merasa sudah bersifat kooperatif dengan memberikan keterangan untuk membantu penyidik atau  penuntut umum membuat terang perkara ini, termasuk membuka sejumlah nama yang diduga kuat terlibat.

 

(Baca juga: Dituntut 8 Tahun Penjara Plus Hukuman Tambahan, Terdakwa Ini Kritik KPK)

 

Tuntutan 8 tahun ini sedikit banyak juga dipengaruhi penolakan KPK atas permohonan sebagai justice collaborator. Alasan penolakan ini karena ia dianggap sebagai pelaku utama, tetapi Eni menampiknya. “Saya bukan siapa-siapa tanpa perintah petinggi partai,” ujarnya saat membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/02).

 

Menurut Eni perkenalannya dengan Johanes Kotjo yang dianggap sebagai pengusaha besar sejak jaman Prasiden Soeharto tidak terlepas dari peran para petinggi partai. Di awal nota pembelaan ia menyebut mendapat perintah dari Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar ketika itu untuk mengawal proyek ini.

 

“Kiranya perlu saya sampaikan kepada majelis hakim yang mulia bahwa saya ikut terlibat dalam proyek ini tentu semata-mata karena posisi saya selaku petugas partai,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait