Kepatuhan, Kunci Mengatasi Masalah Eksekusi Putusan Sengketa Kontrak
Utama

Kepatuhan, Kunci Mengatasi Masalah Eksekusi Putusan Sengketa Kontrak

Melalui kepastian penegakan hukum, investasi dapat berkembang pesat karena penerapan hukum dapat diprediksi.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kesepakatan para pihak dalam sengketa. Ilustrator: HGW
Ilustrasi kesepakatan para pihak dalam sengketa. Ilustrator: HGW

Dunia peradilan Indonesia masih dihadapkan pada salah satu persoalan klasik, yakni ketidakpatuhan pihak untuk menjalankan putusan perdata yang sudah berkekuatan hukum tetap. Eksekusi yang dijalankan pengadilan, terutama melalui juru sita, acapkali terkendala di lapangan. Kepatuhan seolah menjadi barang mahal di dunia peradilan, yakni secara sukarela menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

 

Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Syahrial Sidik mengakui, salah satu akar persoalan eksekusi putusan sengketa kontrak yang sudah berkekuatan hukum tetap adalah kepatuhan para pihak. Pihak yang dikalahkan tidak rela asetnya dieksekusi, atau tidak ikhlas menjalankan kewajiban yang diperintahkan hakim dalam putusan. Bahkan, tidak jarang pihak yang kalah menggunakan pihak ketiga seperti preman untuk mempertahankan aset. “Ketidakpatuhan mereka adalah salah satu kendala,” ujar Syahrial di sela-sela diskusi di Erasmushuis Jakarta, Selasa (26/2).

 

Syahrial menyebut para pihak sering berupaya mecari jalan lain untuk menghadapi putusan pengadilan atau setidaknya mengulur-ulur waktu eksekusi putusan pengadilan. Alhasil, persoalan yang awalnya hanya bersifat perdata, berkembang ke ranah pidana ketika salah satu pihak tidak sukarela menjalankan putusan pengadilan.

 

(Baca juga: Eksekusi Putusan Perdata Sulit Dijalankan? Simak Penjelasan Hakim Ini)

 

Selain terus menggugah masyarakat untuk mematuhi putusan pengadilan, Syahrial meminta para pengambil kebijakan menyusun reformasi regulasi di sektor keperdataan. Hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) memuat aturan yang dibuat pada era Hindia Belanda dan belum tentu masih sesuai dengan kondisi sekarang. Syahrial mengingatkan banyak perkembangan baru yang muncul dalam hubungan kontrak atau bisnis yang tak dapat lagi mengandalkan aturan era Hindia Belanda. Salah satunya, ya, aturan eksekusi. “Yang kita harapkan adalah regulasi baru untuk eksekusi,” ujarnya.

 

Dalam praktiknya, proses eksekusi yang merupakan kategori upaya hukum paksa, melibatkan banyak pihak. Salah satunya adalah aparat kemanan. Kendala-kendala yang timbul ketika melibatkan aparat keamanan adalah biaya operasional yang dalam perkara perdata tidak disiapkan negara namun harus disediakan sendiri oleh pihak yang memiliki kepentingan terhadap pelaksanaan eksekusi.

 

Pandangan yang sama disampaikan Anika Faizal. Mantan Direktur Kepatuhan BTPN (Bank Tabungan Pensiunan Nasional) ini menceritakan pengalamannya berurusan dengan eksekusi putusan sengketa kontrak. Selain memakan waktu yang tidak tidak pendek, proses eksekusi  juga memakan biaya yang tidak sedikit. Waktu dan biaya seringkali menjadi bagian yang diperhitungkan secara serius sebagai komponen yang perlu dipersiapkan dalam upaya eksekusi putusan pengadilan terkait sengketa kontrak.

 

(Baca juga: Sulitnya Eksekusi Aset dalam Perkara Kepailitan)

 

Senior partner firma huku Assegaf Hamzah & Partners, Ahmad Fikri Assegaf, menuturkan salah satu cara melihat perjanjian kontrak di Indonesia, adalah tidak perlu terlalu berharap agar kontrak bisa ditegakkan begitu saja. Persoalan eksekusi putusan sengketa kontrak tak lepas dari karakter masyarakat. Ia berpendapat perlu upaya lebih dan kesabaran lebih dalam menghadapi situasi kesulitan mengeksekusi kontrak. Meskipun ada kesulitan, Fikri mengingatkan Indonesia adalah pasar sangat potensial sehingga perlu dicarikan jalan keluar yang tepat. “Pada dasarnya Indonesia pasar potensial,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait