Regulasi dan Harapan Baru Bagi Pemilik Rumah Susun
Utama

Regulasi dan Harapan Baru Bagi Pemilik Rumah Susun

Pemerintah daerah khususnya Pemda DKI melakukan pengendalian terhadap rusun. PPPSRS wajib dibentuk sebagai pengelola rusun dan developer memiliki kewajiban untuk memfasilitasi pembentukannya.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi rumah susun: BAS
Ilustrasi rumah susun: BAS

Kebutuhan masyarakat terhadap hunian akan terus meningkat. Fakta ini menjadikan bisnis properti menjadi salah satu bisnis yang cukup menjanjikan. Keterbatasan lahan terutama di kota besar tak jadi halangan bagi pelaku usaha untuK mengembangkan bisnis properti, model rumah susun atau apartemen cukup mendapat perhatian bagi masyarakat.

 

Meski memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memiliki hunian, namun pada kenyataannya muncul konflik-konflik dalam pengelolaannya. Pemilik rusun dan pihak pengelola (developer) kerap berselisih, bahkan tak sedikit konflik tersebut berlabuh ke meja hijau.

 

Menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara (Untar), Vera W. S. Soemarwi, adalah keputusan yang tepat bagi pemerintah daerah khususnya Pemda DKI, mengambil alih pengawasan dan pengelolaan rumah susun.

 

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menerbitkan dua regulasi yang dinilai memberikan keadilan bagi pemilik rusun, yakni Peraturan Menteri PUPR Nomor 23/PRT/M/2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), yang kemudian disusul oleh Pemerintah DKI Jakarta mengundangkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik.

 

“Dua regulasi ini memberikan kepastian hukum kepada pemiliki rumah susun. Untuk saat ini dua regulasi ini cukup ideal untuk mengatasi persoalan-persoalan antara pemilik rusun dan pihak developer. Mengapa ideal? Pertama karena pembentukan regulasi tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dan kedua memberikan keadilan bagi pemilik rumah susun,” kata Vera di Jakarta, Kamis (28/2).

 

Mengutip data dari Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (APERSSI), terdapat tujuh pokok permasalahan yang selama ini terjadi antara pemilik rusun dan developer. Pertama, serah terima unit apartemen/rusun tidak disertai kelengkapan dokumen seperti tata tertib hunian, salinan IMB, Sertifikat Laik Fungsi (SLF), pertelaan, sertifikat hak milik satuan rumah susun (sarusun) atau sertifikat kepemilikan bangunan gedung; dan akta jual beli.

 

Kedua, status tanah tidak disampaikan pada para pemilik/penghuni, belum ada kejelasan status tanah bersama. Ketiga penetapan iuran pengelolaan lingkungan (IPL), pengelolaan dana, dan pemberian sanksi kepada pemilik oleh pengembang, tidak transparan dalam pengelolaan rusun. Keempat adalah campur tangan pelaku pembangunan dalam pembentukan P3SRS, penunjukan pengurus dan pengawas P3SRS, dan penunjukan pengelola.

Tags:

Berita Terkait